Aturan ini dianggap membuka peluang bagi para pebisnis haram di Indonesia untuk menyetorkan pajaknya lantaran ingin aman dari tuntutan pidana, perdata dan Tata Usaha Negara (TUN).
Begitu yang disampaikan mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier, dalam acara diskusi virtual yang digagas Gelora TV dengan tema "APBN di Tengah Himpitan Pajak dan Utang Negara", Rabu (20/10).
"Wajib pajak yang mendeklarasikan pengungkapan hartanya itu tidak boleh diselidiki, tidak boleh dijadikan bahan penyidikan, tidak boleh dijadikan tahan tuntutan pidana dan sebagainya. Sehingga sempurnalah," sindir Fuad Bawazier.
Dengan adanya
tax amnesty, Fuad menduga para pebisnis haram seperti narkoba pun bisa menyetorkankan pajaknya, lantaran tidak diungkap dari mana dia mendapatkan uang yang cukup besar tersebut.
"Yang penting setoran pajak rajin, perolehan saya itu aman," imbuhnya.
Menurut Fuad, ada kejahatan keuangan lain yang akan menyetorkan pajaknya lewat
tax amnesty dengan gampang, lantaran tidak tersentuh dari tuntutan pidana, perdata dan TUN.
Dia menambahkan, jika para peserta pengampunan pajak dibebaskan dari pidana maka akan terjadi seperti
tax amnesty jilid pertama. Dia pun mengira tidak mudah untuk menaikkan
tax ratio, karena pelaku pajak ini adalah kelas kakap yang ekonominya besar atau yang pebisnis yang belum tentu wajib pajak.
"Kayak pemain-pemain narkoba misalnya gede itu kan juga tidak bener-bener sudah wajib pajak. Karena orang kalau bisnis narkoba ditanya, mau enggak bayar pjak? Mau asal saya aman, saya akan bayar pajaknya enggak masalah, yang saya masalah adalah tifak amannya itu," ucapnya.
Sehingga kata Fuad, UU HPP ini yang tadinya diharapkan menjadi solusi tidak lazim dilegislasi, karena baginya tidak mungkin meluncurkan UU Pajak dalam keadaan ekonomi terpuruk.
"Yang punya kecenderungan memberatkan seperti ya tidak lazim. Kalau pajak itu ekonomi lagi baik, diluncurkanlah kebijakan pajak yang baru. Jadi jalannya menurut saya enggak tepat atau salah jalan," tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: