Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Setelah Jatuh Bangun, Dua Pengusaha Sambal Nusantara Ini Bisa Meraup Banyak Rejeki

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 29 September 2021, 13:55 WIB
rmol news logo Memperkenalkan sebuah produk bukanlah hal yang mudah. Hal itu dirasakan Listiyowati Lilis, pengusaha sambal matah kecombrang Bali 'Mamade' yang harus berjuang berbulan-bulan untuk memperkenalkan produknya ke beberapa toko.

"Jangankan mencicipinya, bahkan untuk sekedar melihat produk saya saja mereka enggan," kata Lilis saat berbagi ceritanya di acara Zoom Jendela Usaha,  yang diselenggarakan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (29/9).

Beberapa toko menolak sample produk yang ia bawa. Awalnya ia merasa sedih dan malu, tetapi kemudian dia berprinsip harus 'pantang malu'.

"Saya coba bertemu pemilik toko, alasannya sibuk. Ya sudah, saya titip sample sambal buatan saya dan bilang ke penjaga toko; titip ya buat bos, silakan dicicipi dulu. Beberapa waktu kemudian ketika saya tanya komentarnya tentang sambal saya, si penjaga toko bilang waah, saya kurang tahu bu apakah bos saya sudah mencicipi atau belum. Terus, begitu. Nyaris semua toko. Seolah produk saya hanya didiamkan saja."

Jerih payahnya akhirnya mendatangkan hasil. Dua toko kemudian menerima produknya. Ini merupakan kabar gembira bagi Lilis. Dua toko itu kemudian menampung produknya rata-rata 50 botol sekali produksi.

Perempuan lulusan akademi sekretaris yang lama tinggal di Bali ini memulai usaha Sambal Mamade sejak tiga tahun lalu. Bermula dari kesukaannya membuat sambal untuk konsumsi sendiri, terpercik ide dari sang anak untuk coba-coba menjualnya.  

Menawarkan ke teman dengan ke toko memang jauh berbeda. Namun, di situlah letak tantangannya.

Hal yang sama juga dialami Hidir Dongoran pengusaha sambal andaliman 'de Frood' Medan. Menurutnya, memperkenalkan sebuah produk adalah hal yang luar biasa menguras kesabaran dan ketahanan mental.

"Produk ini sudah bersertifikat halal, sudah ada ijin dan PIRT-nya (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga), kemasannya juga cukup menarik, tetapi ada saja alasan untuk menolaknya," ujar Hidir, seraya mengisahkan sulitnya memasuki salah satu toko jaringan retail waralaba.

"Belum lagi komentar yang mengejutkan. Saya pernah dikomentari begini; Wah sambal Abang ini, nggak terasa andalimannya!" kisah Hidir.

Namun, dari komentar itu ia banyak belajar. Ia pun memperbaiki racikan produknya.

"Masukan dari teman-teman sangat berguna, sampai saya kemudian menemukan racikan yang bisa masuk ke semua kalangan, bukan cuma untuk orang Batak saja," katanya.

Hambatan lain pun ia temui, misalnya kemasan yang bocor di perjalanan dan reseller yang membatalkan pesanannya secara sepihak.

Semua itu ia anggap sebagai pecutan untuk terus memperbaiki produk dan sistem promosinya.

Kini, usaha Sambal Andaliman de Frood berkembang cukup baik. Sekali produksi sekitar 25 kilogram, atau 150 kemasan, dengan lingkup penjualan di penjuru Sumatera Utara.

"Tapi reseller kami banyak tersebar di Jawa, sekitar 20-an reseller. Mereka menjualnya secara online di medsos maupun market place atau ecommerce," ujar Hidir yang baru-baru ini ikut andil dalam pameran Expo Halal Penang, salah satu vendor pada Pasar Digital (PaDi) BUMN.

Usaha tidak membohongi hasil, itu juga yang dirasakan Lilis.

Sambal Mamade kini berkembang cukup bagus. Promosi dari mulut ke mulut serta jaringan, menjadikan sambal Mamade disukai banyak kalangan. Sambalnya itu bahkan sudah merambah ke Los Angeles.

"Ada permintaan dari seorang teman yang mencoba membawanya ke sana. Syukurlah, respon di sana bagus. Ini membangkitkan semangat saya untuk terus berusaha membesarkan Mamade," kata Lilis. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA