Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ketika Vietnam Mencari Kesejahteraan dengan AS, Indonesia Menggali Bencana dengan China

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Kamis, 26 Agustus 2021, 10:44 WIB
Ketika Vietnam Mencari Kesejahteraan dengan AS, Indonesia Menggali Bencana dengan China
Presiden RI Joko Widodo dan Presiden China Xi Jinping/Net
rmol news logo Indonesia telah membuat kesalahan fatal yang bisa memicu bencana, yaitu dengan mengutamakan China daripada Amerika Serikat (AS), khususnya dalam hal hubungan ekonomi.

Ketidaknetralan Indonesia yang secara terang-terangan lebih dekat dengan China terlihat dari tidak masuknya Indonesia dalam daftar lawatan Wakil Presiden AS Kamala Harris ke Asia Tenggara pekan ini.

Menurut Managing Director of Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, AS memberikan pesan kuat lewat kunjungan Harris ke dua negara Asia Tenggara, yaitu Singapura dan Vietnam. Keduanya dianggap sebagai negara sahabat yang sangat penting di kawasan, sedangkan Indonesia bukan negara "sekutu" yang memiliki satu visi.

Anthony Budiawan menilai, "keberpihakan" Indonesia akan menjadi bumerang bagi Indonesia. Lantaran berdasarkan kebijakan ekonomi, hubungan dengan AS akan lebih menguntungkan daripada China.

"Menjalin erat hubungan ekonomi dengan AS jauh lebih menguntungkan daripada dengan China. Karena AS membeli, sedangkan China maunya menjual. AS akan memberi kesejahteraan karena produksi kita akan meningkat, China menebar kesulitan karena produksi kita ditekan," jelasnya dalam artikel opini yang dikutip di situs PEPS, Kamis (26/8).

Dengan lebijakan perdagangan China yang selalu mengekspor ke seluruh dunia, ia menjelaskan, neraca perdagangan negara lain menjadi defisit.

Defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China juga bahkan semakin besar, dari 2002 yang hanya 3,4 miliar dolar AS, menjadi 17 miliar dolar AS pada 2019.

Di sisi lain, kebijakan ekonomi AS sangat berbeda, karena lebih bayak impor. Alhasil neraca perdagangan AS selalu defisit, dan hampir semua negara mengalami surplus.

Pada 2000, neraca perdagangan Indonesia dengan AS surplus 3,9 miliar dolar AS, dan naik menjadi 8,6 miliar dolar AS pada 2019.

"Bahkan China sendiri mengambil manfaat besar dari ekonomi AS. Defisit neraca perdagangan AS dengan China mencapai lebih dari 5,1 triliun dolar AS selama periode 2000 hingga 2020," tambahnya.

Terlepas dari itu, produk yang dijual ke AS lebih banyak merupakan produk akhir untuk konsumsi yang memiliki nilai tambah tinggi. Sementara produk yang dijual ke China merupakan bahan mentah atau barang setengah jadi yang memiliki nilai tambah rendah.

Kejelian Vietnam

Vietnam, dinilai Anthony Budiawan, memiliki kejelian dalam melihat kebijakan geopolitik ekonomi di antara dua kekuatan dunia ini. Meski menjadi negara tetangga China, Vietnam nyatanya menjalin hubungan ekonomi yang erat dengan AS.

Pada 2000, neraca perdagangan Vietnam dengan AS hanya surplus 369 juta dolar AS. Tetapi pada 2020, angka itu naik menjadi 63,4 miliar dolar AS.

"Sebuah kenaikan surplus yang Luar biasa. Indonesia ketinggalan kereta," lanjut Anthony Budiawan.

Hubungan ekonomi dengan AS menjadi sangat menguntungkan jika dibandingkan China. Pasalnya, neraca perdagangan Vietnam mengalami lonjakan defisit yang luar biasa dengan China.

Pada 2019, defisit yang dialami Vietnam mencapai 34 miliar dolar AS. Itu merupakan lonjakan luar biasa jika dibandingkan neraca perdagangan pada 2000, ketika Vietnam masih surplus 135 juta dolar AS.

"Dalam waktu tidak lama (ekonomi Vietnam) akan menyusul dan meninggalkan Indonesia. Karena Indonesia sedang sibuk menggali bencana ekonomi bagi rakyatnya," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA