Begitu yang dikatakan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, dalam webinar kebijakan publik dengan tema "Kupas Tuntas Postur RAPBN 2022, Kredibel Kah?", Jumat (20/8).
Tauhid mengurai, jika merujuk pada teorinya
Bussiness Cycle, 2022 adalah masa di mana puncak pandemi Covid-19 akan terjadi. Namun, pihaknya mempertanyakan apakah puncak lonjakan pandemi akan secepat itu.
"Kita akan kembali pada tingkat keyakinan bahwa ekonomi kita berada pada jalur perbaikan pemulihan atau tidak," kata Tauhid.
Namun dalam kondisi sekarang ini, baik tidaknya perekonomian suatu negara sangat ditentukan dengan kondisi pandemi yang ada di negara yang terpapar.
Namun dalam menangani Covid-19 yang pada tahun 2021 kembali menegangkan akibat varian delta, Tauhhid melihat vaksinasi sebagai
game changer yang sangat menentukan dalam pemulihan ekonomi nasional.
Presiden Joko Widodo juga sempat menyinggung tentang keyakinannya, bahwa program vaksinasi merupakan hal yang sangat penting dan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan jika pandemi ingin ditundukan.
"Tapi problemnya, saat ini adalah soal pengadaan (vaksinnya) begitu. Nah ini yang saya kira penting," imbuhnya.
Berdasarkan data vaksinasi, lanjut Tauhid, pada tanggal 14 Agustus 2021 lalu baru dapat menyasar 780 hingga 790 orang per hari untuk penyuntikkan vaksin dosis kedua. Hal ini menurutnya menjadi pekerjaan berat pemerintah untuk meyakini masyarakat agar dapat divaksin dengan dua dosis, supaya Indonesia bisa mencapai
herd immunity.
"Nah di kecepatannya, sekitar 800 ribu per hari kemungkinan itu akan selesai kalau targetnya 208 juta, maka masih punya PR banyak gitu ya," katanya.
Dalam hitungannya, jika vaksinasi dosis kedua mampu mencapai 800 ribu orang setiap harinya secara konsisten, maka akan mencapai
herd immunity pada triwulan ketiga tahun 2022, dengan catatan bahwa pengadaan vaksin bisa lebih cepat datang.
"Karena yang problem ternyata vaksin kedua ini lebih lama dibandingkan vaksin pertama. Dilihat dari sisi grafik, harusnya perbedaan yang sudah final di grafik vaksin pertama dan kedua tidak terlalu jauh," imbuhnya.
Adapun implikasinya jika pengadaan vaksin cepat, Tauhid dan termasuk banyak pihak akan meyakini pemulihan ekonomi akan cepat terealisasi, dan pertumbuhan ekonomi akan membaik.
"Kalau kita lihat trennya di China itu di kuartal pertama 2021 dia bisa tumbuh di atas 9 persen, kemudian turun lagi di kuartal kedua karena puncaknya ada di kuartal pertama, akhirnya turun. Memang bisnis cycle nya itu buat cina sudah mendapatkan titik tertinggi, kita kelihatannya sama seperti itu, karena basiernya sama begitu sbeagai basis," katanya.
Di China dan AS, lanjut Tauhid, mampu melakukan vaksinasi secara masif. Namun di Indonesia, vaksin sebagai prasyarat belum dilakukan secara efektif, sehingga ketidakpastiaan akan pemulihan kesehatan dan ekonomi ini tidak bisa dapat diprediksi atau tinggi.
"Karena vaksin itu prasyarat kita belum lengkap jadi ketidakpastian tinggi," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: