Dimensy.id
Apollo Solar Panel

RUU EBT Dikhawatirkan Lebih Berpihak Kepada Importir

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/darmansyah-1'>DARMANSYAH</a>
LAPORAN: DARMANSYAH
  • Jumat, 16 Juli 2021, 01:52 WIB
RUU EBT Dikhawatirkan Lebih Berpihak Kepada Importir
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan/Net
rmol news logo Rancangan Undang-undang tentang Energi Baru Terbarukan dikhawatirkan lebih berpihak kepada importir.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Sebab aneka aturan dan rancangan aturan soal energi baru disinyalir akan meningkatkan harga listrik.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, peralihan sumber energi primer dari fosil ke sumber ramah lingkungan memang harus dilakukan. Akan tetapi, peralihan itu harus mempertimbangkan kondisi nasional.

“Saat ini, industri dalam negeri belum mampu memproduksi panel surya untuk PLTS, komponen PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu), dan pembangkit EBT lain,” ujarnya di Jakarta, Kamis (15/7).

RUU EBT yang tengah dibahas di DPR seharusnya ada upaya dan insentif untuk mendorong kemandirian nasional dalam produksi pembangkit EBT. Pemerintah, kata dia, harus mendorong penelitian dan riset sendiri sehingga bisa menghasilkan solar panel dengan harga yang lebih kompetitif.

"Kebutuhan solar panel ke depannya akan terus meningkat, jangan hanya terkesan memanjakan importir panel surya saja. Bagaimana kita harus bisa menciptakan kemandiri sektor energi?" kritiknya.

Dia mengingatkan, potensi pasar pembangkit EBT bisa mencapai Rp 7 ribu triliun hingga 2050. Pasar sebesar itu hanya akan dinikmati asing dan agennya di dalam negeri jika Indonesia tidak bisa mandiri dalam produksi pembangkit EBT.

Hal itu menunjukkan, aneka aturan dan rancangan aturan soal EBT lebih menekan pada aspek komersial. Padahal, transisi energi menuju EBT seharusnya menekankan pada pelestarian lingkungan.

“Ini sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.

Mamit juga khawatir aneka aturan dan rancangan aturan soal EBT, khususnya terkait PLTS berpeluang memicu biaya pokok produksi listrik. Dengan aturan sekarang, untuk setiap 1 GW PLTS IPP yang dimasukkan ke sistem, subsidi bisa bertambah sampai Rp 1,5 triliun.

”Hal ini disebabkan dengan kewajiban PLN membeli energi listrik dari PV Rooftop, maka akan menaikkan biaya pokok produksi sebesar Rp6/kWh sampai dengan Rp8/kwh dan akan terus meningkat seiring dengan peningkatkan kapasitas PV Rooftop ini,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA