Bahkan anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mendengar kabar adanya biaya pungutan tambahan yang dilakukan pihak Bea Cukai terhadap para pengusaha ekspor-impor.
"Saya dapat laporan mereka mencari kesempatan dengan menerapkan biaya
demurage (biaya inap kontainer), penalti ekspor tanggung pengusaha. Harusnya Bea Cukai fokus memperbaiki kerusakan sistem," kata Darmadi kepada wartawan, Rabu (14/7).
Menurutnya, hal tersebut jelas merupakan praktik yang kurang sehat. Sebab penumpukan justru terjadi karena lambannya Bea Cukai dalam memperbaiki kerusakan sistem.
Tak hanya itu, dengan adanya kerusakan sistem berbasis
online, otomatis sistem pelayanan akan menggunakan
offline. Hal inilah mestinya disadari pihak Bea Cukai bahwa sistem
offline hanya akan menambah beban di tengah kasus Covid-19.
"Kerumunan di BC bisa bikin Covid-19 naik. Berdasarkan laporan yang saya terima, proses verifikasi dokumen manual hanya sampai pukul 13.00 WIB karena keterbatasan tenaga. Tentu saja skema pelayanan seperti ini berpotensi menciptakan klaster baru Covid-19," lanjut politisi PDIP ini.
Dalam hal ini, pihak yang paling dirugikan adalah para pelaku usaha ekspor-impor. Mereka tak hanya mengalami kerugian materiil, melainkan juga berpotensi menciptakan kasus Covid-19 baru.
"Importir dan eksortir kena imbasnya karena sudah 3 hari. Yang jelas ini merugikan pengusaha dan merepotkan pemerintah yang tengah berjibaku mengatasi pandemi Covid-19," pungkasnya.
Gangguan sistem pada layanan Kantor Bea Cukai yang terjadi sejak pekan lalu ini juga sebelumnya dikeluhkan Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) karena terjadi penumpukan puluhan kontainer dan terkena biaya tambahan.
"Barang jadi tidak bisa diproses dan sudah ada di pelabuhan, maka kena biaya penumpukan atau
storage charge-nya dihitung per hari," kata Ketua ALI Mahendra Rianto.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: