Peneliti Indef Enny Sri Hartarti menerangkan, dalih Kementerian Keuangan yang mengatakan pajak pertambahan nilai (PPN) sembako nantinya hanya berlaku untuk barang sembako di super market yang pangsa pasarnya adalah orang kaya, tidak sesuai prinsip perpajakan.
"Jadi kalau objeknya adalah orang, apakah itu orang kaya dan orang miskin, itu adalah objek dari PPh (pajak penghasilan), bukan PPN," kata Enny dalam acara diskusi empat pilar bertemakan 'Pendapatan Negara dan Keadilan Sosial' di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/6).
Disamping itu, Enny memaparkan bahwa barang yang dikenakan PPN merupakan jenis barang yang tidak memiliki dampak peningkatan inflasi
(inflatoar) yang besar.
"Jadi misalnya beras (dikenai PPN). Beras ini kan sensitif sekali, naik 100 perak saja hebohnya luar biasa, karena pasti akan mempunyai
multiplier effect terhadap berbagai harga," papar Enny.
"Contoh, kita lihat dulu (kenaikan harga) BBM. Karena sebagian besar energi kita masih mengandalkan BBM jadi kenaikan satu perak saja itu orang heboh. Karena apa? Dampak
inflatoar-nya yang sangat tinggi," sambungnya menambahkan.
Argumentasi Kemenkeu mengenai pajak sembako yang dijual di super market yang pangsa pasarnya orang kaya disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jendral Pajak, Neilmaldrin Noor.
Neilmaldrin memastikan, rencana pemerintah menarik pajak sembako tidak akan diberlakukan di pasar tradisional, karena alasan pangsa pasarnya masyarakat menengah ke bawah.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: