Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Miliki Potensi Menggiurkan, Digitalisasi Perbankan Nasional Juga Hadapi Sejumlah Tantangan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Sabtu, 29 Mei 2021, 23:56 WIB
Miliki Potensi Menggiurkan, Digitalisasi Perbankan Nasional Juga Hadapi Sejumlah Tantangan
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto/Repro
rmol news logo Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan Asia Tenggara, Indonesia tercatat sebagai negara dengan nilai transaksi ekonomi digital terbesar.

Catatan nilai transaksi ekonomi digital telah menembus angka 44 miliar dolar AS, dan diyakini bakal terus berkembang hingga mencapai 124 miliar dolar AS pada 2025 mendatang.

Gelombang digitalisasi ini sejalan dengan melonjaknya penggunaan mobile banking apps di Indonesia. Dari sebesar 33 persen pada Januari 2020 menjadi 39,2 persen pada Januari 2021 lalu.

“Data-data ini merupakan kabar bagus, karena secara pasar juga masih tersedia ruang yang sangat luas untuk tumbuh. Masyarakat kita yang banked hingga saat ini masih sebatas 42 juta, sedangkan yang underbanked sebanyak 47 juta dan yang unbanked mencapai 92 juta,” papar Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto, dalam diskusi virtual bertajuk "Strategi Digital Bank Untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)", Kamis (27/5).

Penetrasi digitalisasi perbankan di masyarakat tersebut, menurut Anung, sudah mulai berjalan dan bahkan secara tidak langsung terdorong dengan adanya pandemi Covid-19.

Hal tersebut dapat dilihat dari data transaksi digital banking yang selama pandemi melonjak cukup signifikan.

“Dari segi volume transaksi mencapai 513,7 juta, meningkat sebesar 41,53 persen dibanding tahun lalu. Secara nilai transaksi juga meningkat 13,91 persen secara year on year menjadi Rp 2.774,5 triliun,” tutur Anung.

Namun demikian, Anung mengingatkan kalangan perbankan nasional bahwa ada sejumlah tantangan yang juga harus dihadapi untuk dapat mengembangkan digitalisasi perbankan di Indonesia.

Hal itu harus dijawab dengan cermat dan hati-hati agar potensi digitalisasi perbankan yang ada dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal.

Anung mencatat setidaknya ada 5 tantangan utama bagi industri perbankan nasional untuk dapat mengembangkan business modelnya dalam digital banking.

“Pertama adalah adanya potensi peningkatan risiko serangan siber. Lalu juga kebutuhan investasi yang cukup besar untuk membangun infrastruktur teknologi informasi yang memadai serta ketersediaan talent digital, baik secara kualitas dan juga kuantitas memadai,” beber Anung.

Sementara dari segi regulator, Anung juga memahami bahwa adanya tantangan kebutuhan infrastruktur jaringan komunikasi yang merata serta regulatory framework yang mendukung terhadap pengembangan digitalisasi perbankan di masa mendatang.

Tak lupa, Anung juga mengingatkan adanya tren peningkatan perubahan karakteristik masyarakat seiring dengan semakin berkembangnya ekosistem sektor keuangan.

“Perubahan ekosistem sekor keuangan yang didorong digitalisasi menimbulkan disrupsi dan isu ekonomi maupun keuangan yang memicu volatility, uncertainity, complexity dan ambiguity, atau yang di kalangan perbankan dikenal dengan tantangan VUCA yang akan terus semakin meningkat," jelas Anung.

"Ini semua harus dimitigasi dengan baik agar tidak sampai melanggar azas kehati-hatian di bidang perbankan,” tegasnya.

Selain dibuka oleh keynote speech dari OJK, diskusi virtual ini juga dihadiri sejumlah narasumber lain yang berkompeten di bidang digitalisasi perbankan.

Seperti Direktur IT PT Bank Negara Indonesia, YB Hariyanto; VP Digital Experience & Strategy PT Bank Mandiri, BD Budi Prasetyo; dan Executive Director Digital Bank Head UOB Indonesia, Fajar Septandri Maharjaya. Diskusi ini dimoderatori oleh Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA