Begitu terang Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menanggapi rencana pemerintah untuk memberhentikan operasional pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara. Disebutkan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa energi fosil merupakan musuh bersama di seluruh dunia dan pemerintah akan memensiunkan
power plant batubara.
“Bagaimanapun, batubara ini kan lebih murah dibandingkan energi primer yang lain,†ujar Mamit kepada redaksi sesaat lalu, Jumat (28/5).
Dia juga menyinggung proyek listrik 35 ribu megawatt yang pengerjaannya sedang ditunda. Di mana 90 persen realisasinya merupakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau berbahan batubara.
“Jadi saya melihat bahwa ini (penutupan PLTU) bisa dilakukan, tapi tidak dalam waktu dekat,†tekannya.
Pertama yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah segera menemukan pembangkit lain yang cocok untuk karakter Indonesia di daerah yang beragam secara tipologi.
Kedua, harus dipikirkan adalah kesiapan pemerintah untuk secara radikal mengganti energi dari batubara yang saat ini berjumlah sangat besar.
“Kalau saya yakin belum siap, kalau kita bicara EBT ya. Tapi kalau kita bicara bahan bakar yang lebih baik, misalnya gas yang lebih ramah lingkungan ya itu mungkin saja. Tetapi tidak bisa dalam waktu dekat karena harus pembangunan infrastruktur lebih dahulu, mempersiapkan semuanya,†urainya.
Lebih lanjut, Mamit mengingatkan bahwa pembangkit listrik EBT akan berdampak langsung pada ekonomi masyarakat. Sebab harga yang dibayar untuk pembangkit listrik EBT cukup tinggi. Sehingga berpotensi mencekik ekonomi rakyat.
“Nah jangan sampai nanti justru harga tarif dasar listrik melambung jauh tinggi yang akhirnya memberatkan masyarakat,†terangnya.
“Tetapi pada prinsipnya saya setuju melakukan shifting ke
renewable energy. Tapi perlu dipersiapkan secara matang pembangunan infrastruktur, kesiapan semuanya sehingga kita benar-benar siap pembangkit kita ini menjadi ramah lingkungan,†demikian Mamit.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: