Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kelangkaan BjLAS Berdampak Buruk Pada Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Kamis, 06 Mei 2021, 12:22 WIB
Kelangkaan BjLAS Berdampak Buruk Pada Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional
Ilustrasi./Repro
rmol news logo Perkumpulan Seluruh Industri Baja Ringan Indonesia (Persibri) mengingatkan pemerintah akan kelangkaan pasokan BjLAS (Baja Lapis Alumunium Seng) untuk pemenuhan industri. Kelangkaan bisa berdampak buruk terhadap upaya pemulihan ekonomi nasional.  

BjLAS adalah raw material untuk genteng baja dan kuda-kuda baja ringan. Material ini dibutuhkan pada tahap awal pembangunan gedung ataupun perumahan. Di tengah mulai bergeraknya pemulihan ekonomi, BjLAS kini jadi barang langka karena  ketidakmampuan supply dari dalam negeri

“Ketidakmampuan supply dari produsen dalam negeri masih berlangsung dan diprediksi tetap terus berlangsung. Terbukti, dengan terhambatnya pemenuhan order yang bahkan dibatasi jumlahnya oleh produsen BjLAS lokal. Bahkan, sebagian besar produsen BJLAS sendiri masih melakukan impor BjLAS,” ujar Ketua  Persibri  Wali Buwono, dalam keterangan yang diterima redaksi, Kamis (6/5).

Selama ini, pasokan BjLAS mengandalkan impor. Wali Buwono bercerita, sejak awal hingga tengah tahun 2020, impor BjLAS dari China terhenti. Ini menyebabkan pasokan menjadi jauh menurun. Impor hanya hanya berasal dari negara lain, seperti VietNam, Korea, dan Jepang.  Saat ini, China telah menghapus fasilitas tax rebate sebesar 13% untuk produk BjLAS yang diekspor. Pihaknya, memperkirakan impor BjLAS dari China akan menurun pada tahun 2021.

Mengacu data yang ada, impor BjLAS karbon pada periode Jan-Mar 2021 mengalami kenaikan 180% (dari 28.696 ton menjadi 80.371 ton),  dibandingkan Jan-Mar 2020. Meski demikian,  tambah Wali Buwono, jika menggunakan benchmark 2019 (kondisi normal), jumlah itu turun 47%.  Pada Jan-Mar 2019   impor mencapai 167.501 ton.

Wali Buwono menambahkan, impor pada 2021 mulai merangkak naik, disebabkan naiknya permintaan. Hal ini seiring mulai bergeraknya pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19. Namun tantangan masih ada, yakni kapasitas produksi BjLAS dalam negeri belum memenuhi kebutuhan pasar domestik.

Kritik Wacana Anti Dumping

Dikatakan Wali Buwono, hampir semua produsen lokal BjLAS adalah pelaku usaha sektor hilir yang bersaing dengan konsumennya sendiri. Wacana adanya pengenaan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping)  dinilainya, akan berdampak serius terhadap "level Playing Field" di hilir.

"Kebijakan itu akan mematikan pelaku usaha hilir yang berjumlah 232 produsen yang tidak terafiliasi dengan produsen BjLAS lokal," ujar Wali.

Tercatat ada 232 perusahaan pengguna BjLAS dengan total kapasitas produksi berdasarkan IUI yang dilaporkan di SIINas sebesar 4.818.012 ton. Kapasitas produksi BjLAS nasional sebesar 1,375 juta ton, masih berada jauh dari kapasitas produksi sektor industri penggunanya.

“Wacana penerapan anti Dumping oleh pemerintah sebaiknya dikaji secara serius sebab BjLAS ini memainkan peranan vital dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Jika terjadi kelangkaan BjLAS akan berdampak pada mangkraknya proyek-proyek strategis dan memicu PHK Massal,” ujar Wali Buwono.

BjLAS adalah raw material penting pada tahap awal pembangunan gedung ataupun perumahan. Bayangkan jika membangun rumah atau gedung dan atapnya tidak terpasang maka pekerjaan selanjutnya, seperti pemlesteran, pengecoran dan jenis pekerjaan lain yang terkait menjadi terhenti. yang jelaskan akan menyebabkan dampak cukup sitemik terhadap kondisi ekonomi nasional,’’ tandasnya.

Ditambahkan Wali Buwono, sudah ada mekanisme pengendalian impor produk baja termasuk di dalamnya BjLAS yang berjalan secara sangat efektif melalui sistem yang rapi, tertata dan transparan di Kementerian Perindustrian yakni melalui mekanisme pertek. Dengan mekanisme ini, impor dapat dilakukan melalui rujukan data supply dan demand sehingga terkendali dan tidak akan terjadi lonjakan.

“Tidak perlu diragukan bahwa dengan kinerja profesional dan mekanisme ini. Laju impor sudah mampu dikendalikan secara faktual,” tegasnya.

Wali Buwono menambahkan, industri BjLAS melibatkan pekerja langsung direct  employment yang notabenenya bukan end user.  Jumlahnya sekitar 40.000 orang tenaga kerja.  Selama ini, imbuh Wali Buwono, end user BjALS merupakan masyarakat umum terutama yang berkebutuhan akan hunian atau rumah tinggal.

“Kebutuhan masyarakat Indonesia akan hunian murah sudah direspon oleh pemerintah dengan program rumah subsidi. Jangan sampai lantaran kurangnya bahan material alternatif selain kayu untuk membangun rumah tersebut akan merugikan semua pihak. Jadi sekali lagi pemerintah harus hati-hati dalam mengambil kebijakan soal ini,” ujar Wali Buwono. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA