Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gaduh Soal Diskriminasi Impor Gula, Menteri Agus Disarankan Buka Dialog

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Sabtu, 17 April 2021, 13:20 WIB
Gaduh Soal Diskriminasi Impor Gula, Menteri Agus Disarankan Buka Dialog
Ilustrasi./Net
rmol news logo Kegaduhan di media massa akibat kelangkaan pasokan gula rafinasi untuk industri dan UMKM makanan dan minuman (mamin) di Jawa Timur dinilai dapat merugikan citra  pemerintah karena dapat dianggap tidak akomodatif terhadap suara pelaku usaha. Karena itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasamita disarankan untuk segera menggelar dialog dengan para pemangku kepentingan terkait.

Keluhan para pelaku industri dan UMKM mamin Jatim bahwa mereka dirugikan oleh terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional, direspon oleh Dirjen Agro Industri Kemenperin, Abdul Rochim, dengan menyatakan bahwa kelangkaan gula tidak terjadi di Jawa Timur.

Kepada media massa, Abdul Rochim menekankan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan di lapangan dan memastikan stok gula rafinasi aman. Ia juga mengungkapkan bahwa Dirjen IKM (Industri Kecil dan Menengah) tak pernah mendapatkan laporan tentang adanya kelangkaan pasokan gula rafinasi tersebut.

Klarifikasi Abdul Rochim tersebut kurang menjawab inti masalah yang dikeluhkan para pelaku industri dan UMKM mamin. Sebab, sorotan utama atas Permenperin No 3 Tahun 2021 itu diarahkan pada isu diskriminasi dan dugaan kartel. Dalam beleid tersebut, ijin impor hanya dapat diberikan kepada pabrik gula pemilik izin usaha industri (IUI) yang persetujuan prinsipnya terbit sebelum 25 Mei 2010. Akibat pembatasan tanpa landasan ilmiah semacam itu, tak satupun pabrik gula di Jatim memperoleh ijin impor.

Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Indonesia (AEPI) Jawa Timur KH Muhammad Zakki yang lantang menyuarakan protes atas Permenperin menyatakan bahwa dari sebelas perusahaan yang mendapat ijin impor gula rafinasi, sebagian besar berlokasi di Cilegon, Banten. Industri dan UMKM mamin dapat memperoleh pasokan gula rafinasi dari pabrik-pabrik itu, tapi tidak ekonomis.

“Kami bisa mendapatkan gula dari sana dengan biaya transportasi sebesar Rp. 340 per kilogram sehingga sangat memberatkan. Jika Permenperin No 3 Tahun 2021 tak segera direvisi, ribuan UMKM mamin terancam gulung tikar dan tenaga kerja terserap terancam kehilangan pekerjaan,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Mukmin Mandiri Sidoarjo itu.

Pengamat komunikasi dari Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, Thomas Bambang Pamungkas, mengkritik respon Kemenperin terhadap aspirasi pelaku industri dan UMKM mamin yang terkesan menggeser isu utama dan mengesampingkan catatan-catatan kritis atas Permenperin No 3 Tahun 2021.

“Strategi komunikasi yang ditempuh pejabat berwenang tampaknya tidak difokuskan untuk menurunkan tensi perdebatan, dus bisa memancing ruang pertarungan narasi yang lebih besar. Pendekatan semacam ini kurang sesuai dengan langgam komunikasi Pak Jokowi yang lebih akomodatif dan mengedepankan dialog,” katanya.

Menurut Thomas, Kemenperin tidak perlu menambah riuh pertarungan narasi terkait Permenperin No 3 tahun 2021. Pesan-pesan komunikasi yang bernuansa defensif dari pemerintah dinilai kurang menguntungkan dan bahkan bisa disalahpahami publik sebagai pembelaan terhadap pihak-pihak tertentu yang telah memperoleh ijin impor.

Langkah terbaik yang bisa ditempuh Kemenperin, kata Thomas, adalah mengundang semua pemangku kepentingan duduk bersama serta berbicara secara terbuka. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, ujarnya, dapat memanggil asosiasi-asosiasi pergulaan dan Gubernur Jawa Timur agar memperoleh masukan yang lebih obyektif.

“Pemerintah perlu menyediakan penjelasan rinci mengenai pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam peraturan tersebut. Jangan biarkan Permenperin No 3 Tahun 2021 yang penyusunannya dikabarkan tanpa melibatkan semua pemangku kepentingan itu terus menjadi misteri bagi publik,” lanjutnya.

Pemerintah, kata Thomas, wajib memberikan penjelasan yang memadai atas ketidakpuasan warga negara terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Sebab, jika penjelasan semacam itu gagal diberikan, kegaduhan di media massa dan ruang publik lainnya tak akan pernah selesai. Dampaknya, legitimasi pemerintah di mata publik bisa menurun.

Kegaduhan yang berlarut-larut atas isu pergulaan di Jatim, diyakini hanya menambah beban kabinet Jokowi – Ma’ruf yang selama ini telah mendapatkan banyak kritik menyangkut kebijakan sektor pangan yang dianggap kurang pro-publik; seperti impor gula, garam dan produk-produk lainnya. Karena itu, pemerintah perlu strategi komunikasi yang tepat dalam merespon kritik atas Permenperin No 3 Tahun 2021.

“Yang paling mendasar, pemerintah perlu mendengarkan suara seluruh warganya. Jangan pertimbangkan yang kuat saja,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA