Dengan begitu, pemerinah memungkinkan menarik pajak terhadap unicorn yang sedang berkembang seperti Gojek, Tokopedia, Shopee, Traveloka, Bukalapak serta platform digital e-commerce lainnya.
"Perusahaan unicorn telah meraup keuntungan yang sangat besar melalui perdagangan digital dengan menggunakan infrastruktur yang tersedia," kata Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti, Selasa (6/4).
LaNyalla yang juga ketua dewan kehormatan Kadin Jawa Timur itu menilai, transaksi perdagangan yang dilakukan perusahaan unicorn semestinya tak hanya menguntungkan pihak mereka, tetapi juga menjadi salah satu sumber penerimaan pajak negara.
"Praktik perusahaan unicorn yang ada di Indonesia harus segera diatur melalui kebijakan Menteri Keuangan. Hal itu guna menekan defisit fiskal dan juga mengikis dampak negatif terhadap daya saing yang kurang sehat," kata alumnus Universitas Brawijaya Malang ini.
Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen sebelumnya mengimbau negara-negara G20 mengakhiri perlombaan perusahaan pajak digital yang minimal untuk menarik dana asing masuk.
Perjanjian global dalam pajak sendiri akan memungkinkan Kementerian Keuangan untuk mengenakan pajak terhadap unicorn yang sedang berkembang.
Kementerian Keuangan Indonesia perlu mengumpulkan lebih banyak pendapatan setelah pemotongan pajak perusahaan (dari 25 persen menjadi 22 persen) dalam Perppu tahun lalu, di atas kewajiban untuk mengembalikan defisit fiskal menjadi 3 persen pada 2023.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: