Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Petani Hidroponik, Jangan Salah Bidik Pasar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Senin, 15 Maret 2021, 20:36 WIB
Petani Hidroponik, Jangan Salah Bidik Pasar
Ilustrasi/Net
rmol news logo Hidroponik menjadi tren pertanian urban dalam beberapa tahun terakhir. Sejak sebelum terjadi pandemi corona dan kebiasaan beraktivitas di rumah (work from home) diperkenalkan, banyak orang sudah mencoba-coba menjadi petani hidroponik. Mereka menanam sayuran dengan memanfaatkan air mengalir di dalam pipa, di atas lahan yang tak terlalu luas.

Banyak petani hidroponik yang sukses meraup cuan, dan kisah-kisah keberhasilan mereka sudah banyak ditulis oleh media massa. Namun, setahun setelah pandemi, sebagian petani mengeluhkan ketatnya persaingan pasar produk hidroponik.

“Gara-gara booming selama pandemi, semua orang tanam sayur, banyak hasil panen tak terserap pasar,” ujar Samsul, pegiat hidroponik di pinggiran Jakarta, Senin (15/3).

Menurut Novel Hussein, petani sekaligus pemilik ZAA Hidroponik di Kota Jambi, persaingan ketat dalam pasar sayuran hidroponik itu hanya terjadi secara lokal di wilayah-wilayah yang memiliki kestabilan suplai sayuran. Di wilayah-wilayah yang suplai sayurannya masih belum stabil, produk sayuran hidroponik tetap memiliki peluang yang bagus.

“Di Jambi, misalnya, produk sayuran hidroponik terserap secara maksimal oleh pasar,” ujarnya.

Novel menambahkan, petani hidroponik yang mengeluhkan ketatnya persaingan umumnya adalah mereka yang membidik pasar premium dan pasar medium. Banyak petani menganggap, produk sayuran hidroponik harus diarahkan untuk melayani konsumen individu (pasar premium) atau hypermarket dan supermarket (pasar medium).

Di kedua jenis pasar itu, jelas Novel, harga sayuran hidroponik memang tinggi. Meskipun demikian, kuantitas barang yang dibutuhkan pasar premium dan pasar medium tergolong kecil. Sudah begitu, petani harus menanggung risiko bisnis ketika melayani pasar medium yang mengharuskan sistem konsinyasi; barang tidak terjual dan terpaksa dibuang.

Karena itu, Novel menyarankan agar petani hidroponik beralih fokus dengan membidik pasar konvensional, yaitu pasar-pasar tradisional. Di pasar ‘rakyat’ itu, produk sayuran hidroponik akan bersaing dengan produk-produk sayuran non-hidroponik. Dengan kualitas sayuran yang lebih segar dan rasa yang lebih enak, sayuran hidroponik memiliki kans besar memenangkan persaingan.

Memang, harga jual sayuran di pasar tradisional memang lebih rendah. Tetapi, kata Novel, kebutuhan sayuran di pasar tradisional sangat besar. Dengan demikian, potensi pendapatan petani jauh lebih besar.

“Petani hidroponik harus punya orientasi untuk meningkatkan kuantitas produk,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA