Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bu Sri Mulyani, Apakabar Cukai Plastik?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Rabu, 10 Maret 2021, 15:55 WIB
Bu Sri Mulyani, Apakabar Cukai Plastik?
Ilustrasi./Net
rmol news logo Meski digembar-gemborkan sejak tahun lalu, bahwa cukai kantong plastik akan diterapkan mulai awal 2021, hingga saat ini belum ada kelanjutan rencana kebijakan itu.

Padahal, seharusnya, mulai awal tahun 2021, Kementerian Keuangan menerapkan cukai untuk kantong plastik sebesar Rp 30 ribu per kilogram atau Rp 200 per lembar. Bahkan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Anggaran DPR RI, 11 September 2020 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan optimis menyatakan bahwa target penerimaan cukai dari kantong plastik untuk tahun 2021 sebesar Rp 1,5 Triliun.

Kantor Berita Politik RMOL mendapatkan informasi dari sumber di sebuah kementerian terkait bahwa hingga pekan pertama Maret 2021, draft Peraturan Pemerintah yang mengatur cukai kantong plastik saja bahkan belum disiapkan.

Lho, kok bisa? Menurut cerita sumber itu, kebijakan mengenai pengenaan cukai bagi kantong plastik yang telah disetujui oleh DPR itu masih mendapatkan tentangan dari asosiasi industri tertentu. Asosiasi tersebut juga meminta dukungan dari Kementerian Perindustrian agar ikut menyampaikan keberatan kepada Kemenkeu. Walhasil, langkah Kemenkeu dalam menerapkan cukai kantong plastik hingga saat ini masih jalan di tempat.

Ketidakjelasan terkait penerapan cukai plastik itu disayangkan oleh para pegiat lingkungan. Pius Wisnugraha dari komunitas "KAGAMA Cinta Sungai" mengatakan, kebijakan pemerintah untuk membatasi peredaran kantong plastik, seperti penerapan cukai, seharusnya dipriotaskan. Apalagi, sampah plastik saat ini dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar bagi pelestarian alam dan lingkungan.

“Kebanyakan orang memakai kantong plastik untuk sekali pakai lalu dibuang. Padahal perlu waktu 100 hingga 150 tahun agar plastik dapat terurai,” kata alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada itu kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (10/3).

Meski kebijakan cukai dianggap baik, Pius menilai hal tersebut belum cukup untuk mengurangi peredaran kantong plastik. Ia menyatakan, berbagai kebijakan yang membatasi penggunaan kantong plastik hendaknya diimbangi dengan inovasi dari dunia usaha serta edukasi yang kontinyu kepada masyarakat.

Minimarket sebagai tempat perbelanjaan yang menjamur di semua wilayah di Indonesia, kata Pius, dapat menjadi pioner dalam inovasi pengelolaan kantong plastik dan edukasi agar masyarakat meninggalkan kebiasaan menggunakan kantong plastik.

“Minimarket harus dapat menyediakan layanan penukaran kantong plastik. Misalnya, sepuluh atau dua puluh kantong plastik jenis tertentu dapat ditukarkan dengan sebuah tas belanja ramah lingkungan,” lanjutnya.

Ia yakin, dengan adanya insentif semacam itu, masyarakat juga terdidik untuk tidak sembarangan dalam membuang sampah plastik. Mereka akan terdorong untuk menyimpan kantong-kantong plastik guna ditukarkan dengan kantong yang lebih baik.

Untuk merealisasikan gagasan tersebut, kata Pius, diperlukan sistem dukungan (support system) yang memadai dari pemerintah. Sebab, sebagian besar aktivitas pengumpulan sampah serta penyediaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan domain pemerintah daerah. Dukungan peemrintah dalam hal pengangkutan sampah dari minimarket ke TPA mutlak diperlukan,

"Jika kita serius memerangi sampah plastik, semua pihak harus bersinergi dan kampanye pengurangan kantong plastik ini harus menjadi gerakan nasional yang masif," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA