Unrealized loss yang menurun ini terjadi dalam pembukuan Agustus-September 2020, nilainya mencapai Rp 43 triliun. Kemudian, pada Desember 2020 angkanya turun menjadi Rp 22,31 triliun dan pada Januari turun lagi menjadi Rp 14,42 triliun.
Pengamat Hukum Pasar Modal, Indra Safitri menilai berdasarkan hukum pasar modal, kerugian yang dialami BPJS Ketenagakerjaan bukan kerugian negara melainkan kerugian investasi.
"Kalau negara yang dipersonifikasikan dengan seolah-olah modal negara yang ada di BUMN yang berinvestasi di pasar modal itu rugi, tentu di kacamata pasar modal itu adalah kerugian investasi," ujar Indra dalam diskusi virtual Infobank, Selasa (23/2).
Indra mengatakan, dalam hukum pasar modal untung dan rugi itu adalah satu hal yang biasa. Karena nilai saham bisa saja naik dan bisa juga turun, dan menjadi satu hal yang jamak di pasar modal.
"Kalau kita melihat keuntungan ini ada yang namanya keseimbangan. Kapan untung dan kapan rugi, kalau melihat dari pendekatan konteks keuntungan dan kerugian ini," kata Indra.
"Kalau negara tidak ingin rugi ya mestinya negara tidak usah berinvestasi di pasar modal ya, mungkin berinvestasi di yang kira-kira kerugiannya juga tidak ada," sambungnya.
Namun menurut Indra, jika pemerintah ingin mengusut dugaan kejahatan yang menyebabkan BPJS Ketenagakerjaan merugi bisa dilakukan. Hany saja harus menggunakan kerangka hukum pasar modal, bukan justru langsung dilarikan ke dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor).
"Saya kira faktornya akan merugikan dalam konteks perkembangan hukum. Jadi hukum itu tidak pernah ditempatkan pada kedudukannya yang sudah kita buat," tuturnya.
"Kalau demikian, kita tidak pernah belajar bagaimana menghitung kerugian yang disebabkan market manipulation, kalau memang kita secara langsung melakukan pendekatan tipikor," demikian Indra Safitri.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: