Dimensy.id
Apollo Solar Panel

NTP Naik, Tapi Kenapa Petani Sayur Penghasilannya Malah Turun?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Sabtu, 05 Desember 2020, 22:14 WIB
NTP Naik, Tapi Kenapa Petani Sayur Penghasilannya Malah Turun?
Foto/Net
rmol news logo Nilai Tukar Petani (NTP) pada November 2020 mengalami kenaikan 0,60 persen dibandingkan NTP sebelumnya atau sebesar 102,86.

Namun, Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah, menyebutkan beberapa catatan terkait perkembangan di masing-masing NTP subsektor dengan kondisi yang terjadi di lapangan.

“Kenaikan NTP November ini harus dilihat secara utuh. Kita lihat bahwa memang kenaikan NTP tersebut masih ditopang oleh kenaikan di NTP beberapa subsektor, tertinggi di Tanaman Perkebunan Rakyat," ujar Agus dalam siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik, Sabtu (5/12).

Agus melihat, kenaikan yang cukup signifikan memang terjadi untuk NTP subsektor Hortikultura. Tetapi kenyataanya, di tingkat petani kenaikan tersebut belum memberikan dampak positif bagi kesejahteraan petani.

Dia mengutip laporan anggota SPI yang menanam sayur-sayuran, seperti di Desa Ciaruteun, Kab. Bogor dan di Desa Pasir Datar dan Sukamulya, Kab. Sukabumi, harga masih sangat fluktuatif.

Salah satu laporan yang masuk berasal dari Pandi, seorang petani anggota SPI yang juga merupakan anggota dari Koperasi Petani Indonesia Bogor, yang menyebutkan mengalami penurunan harga.

"Harga jual untuk sayuran bayam dan kangkung menurun dari Rp 1.000 per ikat, menjadi Rp 500 per ikat. Begitu juga dengan caisim yang menurun dari rata-rata Rp 5.000-Rp 6.000 per kilogram, menjadi Rp 1.000 per kilogram” ujar Pandi.

Tidak hanya harga, penurunan juga terjadi pada permintaan untuk beberapa sayur-sayuran. Sebagai contpoh, pada November kemarin Pandi mengalami penurunan penjualan, dari yang sebelumnya 200 ikat sayuran turun menjadi hanya 100 ikat sayuran.

"Tidak hanya itu dari yang biasanya kita bisa menyuplai sayuran semacam kangkung ke restoran dan kios sebanyak 50 kilogram per hari, turun menjadi 20 kilogram per hari,” sambungnya.

Sementara itu, para petani SPI dari Pasir Datar sekaligus Ketua KPI, Dadun, menerangkan, Kabupaten Sukabumi, terjadi kenaikan harga di beberapa komoditas.

Namun, kenaikan harga tersebut belum mampu menutup kerugian dari panen-panen sebelumnya dikala harga pembelian di tingkat petani masih rendah. Ditambah dengan sulitnya akses terhadap pupuk, khususnya pupuk subsidi.

“Laporan dari KPI Pasir Datar dan Sukamulya, memang secara umum memang terjadi kenaikan harga-harga tanaman di subsektor hortikultura, khususnya di wortel, cabai, dan kol. Hanya saja ini masih belum layak karena di bulan-bulan sebelumnya, harga-harga sayur anjlok,” terang Dadun.

Dari fakta di lapangan itu, Agus menyebutkan harga beberapa tanaman seperti beras, masih stabil. Hanya saja untuk jenis tanaman lainnya, seperti ubi, harga di tingkat petani masih sangat rendah.

“Untuk tanaman seperti beras, kita lihat harga tersebut masih relatif sama dengan bulan sebelumnya (Oktober), dikarenakan bulan Oktober dan November masih ada petani yang melakukan panen. Kenaikan harga diprediksi baru akan terjadi pada Bulan Desember dan Januari mendatang,” ungkapnya.

“Hanya saja kita mendapat info dari anggota kita di Riau terkait harga Ubi/Singkong mencapai Rp 600-800/kilogram. Harga ini cenderung menurun, dan belum banyak menolong para petani ubi. Ini harus segera dicari jalan keluarnya, mengingat kita tidak boleh tergantung pada satu sumber pangan saja sesuai dengan konsep kedaulatan pangan,” sambungnya.

Terkait kondisi-kondisi di atas, Agus Ruli kembali menekankan pemerintah harus memberikan perhatian khusus untuk mendorong penyerapan produksi di tingkat petani dengan harga yang layak.

Terkhusus untuk beberapa subsektor tanaman pangan yang mengalami penurunan, pemerintah diminta untuk mendorong transformasi bahan pangan pokok.

“Khususnya untuk ubi/singkong, pemerintah perlu memperkuat industri pangan kecil (UMKM) yang bisa menyerap ubi/singkong milik petani dan dijadikan produk olahan untuk mendapat nilai tambah," demikian Agus Ruli. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA