Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kaya Minyak, Dua Negara Teluk Diterjang Kesulitan Ekonomi Di Tengah Pandemik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 24 September 2020, 09:01 WIB
Kaya Minyak, Dua Negara Teluk Diterjang Kesulitan Ekonomi Di Tengah Pandemik
Kuwait Tower dan bendera negara/Net
rmol news logo Dua negara Teluk yang kaya minyak, Kuwait dan Uni Emirat Arab (UEA), saat ini mengalami pukulan ekonomi yang parah. Lembaga kredit utama telah menurunkan peringkat Kuwait untuk pertama kalinya, sementara Uni Emirat Arab (UEA) mengakui bahwa ekonominya akan berkontraksi ke level terendah sejak 2009.

Lembaga pemeringkat kredit ‘Moody's Investors Service’ memangkas peringkat utang Kuwait dan memberi sinyal bahwa ‘sumber daya likuidnya hampir habis’, mengutip ABC News, Rabu (23/9). Dengan kegagalan pemerintah untuk mengesahkan undang-undang utang publik, Kuwait telah menarik dana cadangannya dan terus membelanjakan –dengan waktu yang singkat dan tidak berkelanjutan.

Moody's memperingatkan dengan macetnya upaya pemerintah dalam pengelolaan utang yang tidak efektif akan mengikis kekuatan keuangan Kuwait di tahun-tahun mendatang.

Bahkan jika Kuwait berhasil mendorong undang-undang utang tanpa batas, proyek Moody yang membutuhkan sekitar 90 miliar dolar AS masih akan dibutuhkan untuk menutupi kesenjangan pendanaan hingga 2024.

Meskipun muncul ‘risiko likuiditas’, pemerintah Kuwait belum mencari akses ke dana kekayaan kedaulatannya, salah satu yang terbesar di dunia, harta bagi generasi mendatang setelah minyak habis.

Bank Sentral UEA melaporkan bahwa negara tersebut mengalami penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi sebagai akibat dari penguncian Covid-19, salah satu yang paling ketat di dunia.

Pembatasan yang disebabkan virus telah menutup perbatasan, menghentikan penerbangan, menutup bisnis dan mengganggu rantai pasokan global, yang berarti -terganggunya fondasi ekonomi mulai dari pusat perdagangan, pariwisata dan transportasi- di kawasan itu, berdasarkan hasil laporan triwulanan bank tersebut.

Produk domestik bruto UEA untuk tahun ini diperkirakan menyusut 5,2 persen, kata bank itu, lebih buruk daripada penurunan 3,5 persen yang diprediksi Dana Moneter Internasional. Ini penurunan paling tajam sejak 2009, ketika krisis keuangan global menjerumuskan ekonomi negara itu ke dalam resesi yang berkepanjangan.

Bahkan ketika federasi dari tujuh kerajaan yang kaya minyak itu mencoba untuk mendiversifikasi ekonominya, PDB non-minyaknya menyusut 9,3 persen pada kuartal kedua tahun ini, dibandingkan dengan 2,7 persen pada kuartal sebelumnya.

UEA sebagian besar telah dibuka kembali untuk bisnis, mencoba menghilangkan efek penguncian. Tetapi dengan ekonomi yang bergantung pada petrodolar, negara ini terus menghadapi ancaman penurunan harga minyak. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA