Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ekonom: Dewan Moneter Kembali Ke Primitif, Bisa Hancurkan Perekonomian Kita

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Jumat, 11 September 2020, 18:59 WIB
Ekonom: Dewan Moneter Kembali Ke Primitif, Bisa Hancurkan Perekonomian Kita
Direktur Political Economy ane Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan/Rep
rmol news logo Revisi UU Bank Indonesia (BI) yang akan diikuti dengan pembentukan Dewan Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani dinilai sebagai sebuah kemunduran. Pasalnya, Indonesia akan kembali ke masa-masa primitif.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Demikian disampaikan Direktur Political Economy ane Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan dalam diskusi daring bertajuk "Pembentukan Dewan Moneter: Skenario Merancang BI Jadi Kasir Pemerintah & Penalang Bank Bermasalah?" yang diselenggarakan oleh Forum Tebet (Forte), Jumat (11/9).

"Dewan Moneter sudah hilang oleh UU 23/1999, berarti BI sudah menjadi profesional ya sejajar dengan Bank Central Dunia lainnya. Mau dibentuk lagi Dewan Moneter. Kita kembali lagi menjadi primitif," kata Anthony.

Anthony menjelaskan primitif itu nantinya diketuai oleh Sri Mulyani selaku Menkeu dan masyarakat akan diseret ke ranah primitif tersebut. Adanya Dewan Moneter dalam RUU BI ini diyakini akan menghancurkan sistem moneter di Indonesia.

"Ini Menkeu sebagai Ketua dan kita disini menjadi primitif lagi. Jadi ini akan menghancurkan sistem moneter Indonesia," tegasnya.

"Kalau sudah sah (RUU BI) pasti akan menjadi kasir pemerintah dan penalang. Karena disitu sudah boleh yang dulu namanya BLBI artinya pinjaman jangka panjang itu juga ada di dalam RUU," imbuh Anthony menegaskan.

Anthony mengurai kenapa revisi UU BI no. 23/1999 yang diubah pada 2004 itu akan membahayakan perekonomian nasional. Pertama, biaya krisis moneter itu akan kita tanggung sepanjang masa alias bunganya sepanjang masa.

"Saya perjelas biaya krisis moneter itu adalah bunga yang harus dibayarkan kalau pemerintah memberikan obligasi seperti tahun 1998, itu bunganya sepanjang masa karena apa? Karena obligasi itu tidak pernah dibayar. Utang itu pemerintah tidak pernah dibayar kecuali dengan utang baru," urainya.

Kedua, permasalahan mendasar ekonomi di Indonesia itu adalah masalah ketahanan fiskal. Namu anehnya yang diotak-atik justru masalah moneter.

"Fiskal kita ini sangat buruk sekali dimana kalau kita lihat menurun sampai ke 8,4. Rasio pajak tahun 2019 9,8 dan per Juli 2020 ini rasionya adalah 8,4 persen," urianya.

"Covid-19 datang sektor fiskal bangkrut, tetapi yang diotak-atik diobrak-abrik itu adalah sektor moneter. Mau dibentuk lagi Dewan Moneter," sambungnya.

Belum lagi, dengan adanya Dewan Moneter yang didalamnya tidak semua orang yang ahli dalam urusan kebijakan moneter.

"Ahli moneter pun dengan dewan gubernur teridiri dari sekian orang. Ini (Dewan Moneter) terdiri dari beberapa orang saja. Dan yang memutuskan nantinya adalah Menkeu," demikian Anthony. 

Selain Anthony, narasumber lain dalam diskusi daring FORTE tersebut antara lain; ekonom INDEF, Enny Sri Hartati, dan Harry Gunawan dari Head of Research Data Indonesia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA