Dimensy.id
Apollo Solar Panel

LP3ES: Penegakan Hukum Dan Regulasi Rezim Jokowi Jilid II Bikin Iklim Usaha Mendung

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Sabtu, 22 Agustus 2020, 12:27 WIB
LP3ES: Penegakan Hukum Dan Regulasi Rezim Jokowi Jilid II Bikin Iklim Usaha Mendung
Peneliti muda LP3ES, Dzulfian Syafrian/Net
rmol news logo Kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode II kembali mendapat sorotan dari segi penegakan hukum dan regulasi yang terkait dengan iklim berusaha dan investasi.

Salah satunya oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial dalam acara Dialog Politik Ekonomi bertajuk "KPK dan Hukum Ekonomi", yang disiarkan di Instagram @DidikRachbini, Sabtu (22/8).

Dalam acara dialog yang dipandu Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Prof. Didik J. Rachbini, dihadirkan peneliti muda LP3ES, Dzulfian Syafrian yang memiliki basis keilmuan mengenai perdagangan, investasi dan juga bisnis.

Dzulfian memaparkan sebuah tajuk mengenai penegakan hukum dan regulasi yang menjadi syarat mutlak dari terciptanya iklim ekonomi yang dipercaya oleh pelaku usaha ataupun pembisnis.

"Memang hukum atau regulasi itu berperan sangat penting. Ini adalah syarat mutlak yang harus ada ketika orang-orang ingin melakukan bisnis," ujar peneliti yang kerab disapa Ijun ini.

Keterkaitan kepastian penegakan hukum dan regulasi dengan iklim bisnis, dijelaskan Ijun, adalah mengenai ongkos berusaha yang akan dikeluarkan pembisnis. Sebab kekinian, banyak pembisnis yang enggan memproduksi barang dan atau jasanya di luar kawasan perusahaannya.

Hal itu disebabkan perusaan harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan izin berusaha di suatau kawasan atau negara yang secara regulasi dan penegakan hukum korupsinya bermasalah.

"Logikanya seperti kalau warteg itu banyak di luar kenapa masih banyak masyarakat yang masak di rumah? Nah, jawaban dia karena tingginya biaya transaksi atau transaction cost," papar Ijun.

"Jadi ketika biaya transaksi itu tinggi maka perusahaan itu, pembisnis, enterpreuner itu akan berlomba-lomba melakukannya itu in house, di dalam diri mereka atau perusahaan," sambungnya.

Lebih lanjut, lulusan Durham University Business School ini menyebutkan, Indonesia sebagai pasar terbuka dunia memang memiliki indeks kemudahan bisnis yang sekarang berada di peringkat ke-73, tapi masih di bawah Vietnam yang berada di peringkat 70, dan Thailand diperingkat 20-an.

"Nah itu kan sebenarnya menggambarkan bagaiamana kompleksnya peraturan regulasi di Indonesia," tegas Ijun.

Bercermin dari peringkat tersebut, Presiden Joko Widodo juga pernah memarahi menterinya lantaran banyak investor yang lari dari Indonesia dan lebih memilih dua negara tersebut.

Dari pengkajianya, Ijun memandang regulasi dan penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Jokowi jilid II kali ini, khususnya dalam hal mencegah praktik KKN di bidang berusaha mulai kendor. Sehingga para pembisnis maupun investor kocar-kacir.

"Kalau dalam konteks ekonomi, karena tidak ada kesamaan jarak maka pelaku usaha akan merasa tidak adil. Kok bisa si A mulus misalnya melakukan investasi di Indoesia, perizinan gampang, sedangkan saya susah benar untuk perizinan hingga harus menyogok sana sini, karena faktor kedekatan dengan penguasan, sanak familynya, rekan bisnisnya dan lain-lain," ungkapnya.

"Itu yang membuat iklim usaha di Indonesia itu sangat gloomy, gelap atau mendung. Nah ini biar awannya cerah itu ya maka penegakan hukum harus jelas, dan itu juga harus dimulai dari aparat penegak hukumnya, yang jelas yudikatif termasuk kepolisian, kejaksaan, KPK. Tapi ini kan khusus di Jokowi jilid kedua itu awan semakin mendung bukan semakin cerah," demikian Dzulfian Syafrian. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA