Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Terbelit Utang, Produsen Sarung Gajah Duduk Terancam Pailit

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Senin, 17 Agustus 2020, 23:58 WIB
Terbelit Utang, Produsen Sarung Gajah Duduk Terancam Pailit
Sarung cap Gajah Duduk/Net
rmol news logo Produsen sarung legendaris merek Gajah Duduk, PT Pismatex mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang volunter di Pengadilan Niaga Semarang.

Pismatex Textile Industry (Pismatex) mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dengan nomor perkara 26.

"Iya benar, perusahaan Pismatex mengajukan PKPU volunteer diri sendiri," kata Humas PN Semarang, Eko Budi Supriyanto, dilansir dari Kantor Berita RMOLJateng, Senin (17/8).

PT Pismatex adalah perusahaan pembuat sarung cap Gajah Duduk yang ada di Buaran, Kabupaten Pekalongan.

Selain itu, ada dua pemohon PKPU Pismatex yaitu PT Warna Kencana dan PT Maju Lancar Lestari.

Keduanya mendaftar di hari yang sama (Selasa, 11 Agustus 2020) dengan nomor perkara 24 (PT Maju Lancar Lestari) dan 25 (PT Warna Kencana),

Sebelumnya, dua perusahaan itu sudah mengajukan PKPU yang sama dengan perkara 15, 18 dan 19.

Majelis hakim menolak perkara PKPU nomor 15 yang diajukan PT Maju Lancar Lestari untuk mem-PKPU-kan PT Pismatex.

Lalu, perkara 18 dan 19 juga ditolak oleh majelis hakim. Kali ini alasan  pengajuan karena kedua perkara itu prematur.

Sebab, pendaftaran dilakukan saat perkara yang sama masih dalam proses persidangan.

"Saat Pismatex mengajukan perkara PKPU untuk dirinya sendiri, saya malah heran. Tujuannya apa?" kata kuasa hukum PT Maju Lancar Lestari, Sururi El Haque.

Ia mengatakan, jika mengajukan perkara yang sama seharusnya Pismatex mengikuti tuntutannya. Bukannya mengajukan PKPU mandiri.

"Lagipula Pismatex mendaftarkan perkaranya sehari setelah kami. Seharusnya ditolak, karena sebelumnya sudah ada perkara dengan debitur yang sama dan belum diputus," ujarnya.

Untuk diketahui, perkara PKPU nomor 24, 25 dan 26 mempunyai debitur yang sama yaitu PT Pismatex.

Praktisi kepailitan dari IKAPI, Peter Kurniawan, menyebut ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan perkara permohonan PKPU yg diajukan secara volunter oleh debitor badan hukum PT.

"Terhadap permohonan PKPU yang masih dalam proses persidangan maupun dalam proses pengurusan pkpu tidak dapat lagi diajukan lagi permohonan PKPU yg baru terhadap debitor yg sama," katanya.

Ia menyatakan hal itu tertuang dalam SK KMA No. 03/2020 poin 5.2.3. halaman 50.

Dalam hal sudah diajukan permohonan PKPU oleh kreditur terhadap debitor PT dan sedang dalam proses persidangan, kemudian debitur secara volunter juga mengajukan permohonan PKPU terhadap dirinya sendiri, maka majelis hakim harus mengkaji secara cermat itikad baik dari debitor itu.

"Apakah permohonan volunter dari debitor tersebut hanya merupakan akal-akalan untuk menghindari permohonan pkpu dari kreditor yg telah diajukan sebelumnya? Majelis Hakim harus memastikan," ujarnya.

Kemudian dalam SK KMA No. 03/2020 halaman 33 poin 1.1.2 huruf j terkait permohonan PKPU diajukan secara volunter oleh debitor badan hukum PT, disyaratkan adanya hasil rups/rupslb untuk mengajukan PKPU.

Terkait perkara PKPU ini, kuasa hukum PT Pismatex dan PT Warna Kencana belum bisa dikonfirmasi.

Adapun perkara PKPU Pismatex terkesan tertutup.

Keterangan terkait perkara 24,25 dan 26 itu tidak bisa diakses dalam SIPP pengadilan tinggi yang seharusnya bisa dilihat secara online.

Perkara PKPU itu juga menjadi sorotan pegiat antikorupsi Kota Pekalongan yang mengirimkan surat pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bawas MA dan LSM MAKI untuk memantau jalannya persidangan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA