Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dirillis pada Kamis (30/7) menunjukkan, kawasan Asia Tenggara berada di ambang krisis sosial ekonomi. Lantaran sebanyak 218 juta pekerja informal terancam kehilangan mata pencahariannya.
"Tanpa pendapatan alternatif, sistem perlindungan sosial formal atau tabungan, pekerja dan keluarga mereka akan didorong ke dalam kemiskinan," tulis PBB seperti dikutip
Reuters.
Secara keseluruhan, ekonomi Asia Tenggara diperkirakan berkontraksi sebesar 0,4 persen pada 2020. Sementara pengiriman uang dari orang Asia Tenggara yang bekerja di luar negeri kemungkinan akan turun 13 persen atau sekitar 10 miliar dolar AS.
Dengan data ini, PBB mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk memperbaiki "rayap fiskal" seperti pegampunan pajak, penetapan harga transaksi dan subsidi bahan bakar minyak (BBM), sehingga mereka dapat memberikan stimulus yang besar guna membantu populasi yang rentan.
Terlebih, harga minyak yang anjlok saat ini bisa memberikan peluang ideal untuk membalikkan subsidi BBM, lanjut laporan tersebut.
Sebagai contoh, laporan tersebut menyebut, di Indonesia saja, subsidi BBM pada 2020 akan melebihi seluruh bantuan sosial Covid-19 dan langkah-langkah stimulus.
Kepala Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik, Armida Salsiah Alisjahbana mengatakan, negara-negara Asia Tenggara harus memprioritaskan pengeluaran kesehatan selain bantuan kesejahteraan sosial.
Dari indeks pembangunan manusia PBB, enam dari 11 negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Filipina mendapatkan peringkat terendah untuk pengeluaran kesehatan. Tiga lainnya berada di tingkat terendah kedua dan dua sisanya berada di tingkat menengah.
Negara-negara di Asia Tenggara yang dimaksud PBB sendiri meliputi, Filipina, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Brunei, Malaysia, Myanmar, Singapura, Indonesia, dan Timor Leste.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: