Dimensy.id
Apollo Solar Panel

LKPU UI: Denda Kepada Grab Justru Beri Kepastian Hukum Dalam Berusaha

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Rabu, 08 Juli 2020, 11:43 WIB
LKPU UI: Denda Kepada Grab Justru Beri Kepastian Hukum Dalam Berusaha
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU FH UI), Dhita Wiradiputra/Net
rmol news logo Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menjatuhkan denda Rp. 29,5 miliar kepada Grab dan perusahaan afiliasinya, PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI), mendapat apresiasi dari pengamat hukum persaingan usaha.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU FH UI), Dhita Wiradiputra menatakan, pengenaan denda dalam perkara pelanggaran ketentuan persaingan usaha oleh Grab dan afiliasinya telah memberikan kepastian hukum dalam berusaha di Indonesia.

Dia juga menilai keputusan itu tidak akan memicu preseden buruk bagi investor asing. Sekalipun bagi calon investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

"Saya tidak melihat itu (menakutkan investor asing). Ini justru memberikan kepastian hukum dalam berusaha. Apalagi Grab itu di sebagian negara ASEAN  telah dihukum, seperti di Malaysia dan Filipina," ujar Dhita Wiradiputra, Rabu (8/7).

Dia juga mengamati perubahan model bisnis di Grab yang sebelumnya ride sharing menjadi kepada penyediaan kendaraan. Dengan model bisnis tersebut, dia meyakini pasti akan memicu terjadinya perbedaan layanan perusahaan kepada mitra pengemudi yang mengikuti program pengambilan kendaraan dari perusahaan dibandingkan kepada mitra yang tidak mengikuti program tersebut.

"Kalau model bisnisnya seperti itu, kenapa Grab tidak menjadi perusahaan transportasi. Model bisnis itu pasti akan ada prioritas, sebab Grab yang mempunyai sistem, dan dia juga yang mempunyai algoritma. Jadi dia yang bisa mengarahkan order ke driver mana. Pada saat order turun, driver pasti berpikir ini karena ada program di PT TPI," tutur Dhita Wiradiputra.

Dalam fakta persidangan yang diungkap KPPU seperti salinan putusan yang diterima hari ini, disebutkan adanya integrasi vertikal di tubuh Grab dan TPI. Salah satunya melalui facilitating practices dalam penentuan strategi atau kebijakan perusahaan yang berbeda-beda terhadap mitra yang secara nyata sebagai perusahaan afiliasinya, dibandingkan dengan mitra yang bukan afiliasinya.

Integrasi vertikal ini kemudian dimanfaatkan untuk melakukan penguasaan pasar dari hulu ke hilir yang berdampak pada penurunan prosentase jumlah mitra non-TPI dan order dari mitra non TPI.

Dalam salinan putusan KPPU, PT Solusi Transportasi Indonesia atau yang selama penangangan perkara telah berganti nama menjadi PT Grab Teknologi Indonesia yang adalah pihak Terlapor I, dan PT TPI sebagai Terlapor II terbukti bersalah melanggar Pasal 14 UU 5/1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp 7,5 miliar dan Rp 4 miliar, serta Pasal 19 huruf d UU 5/1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp 22,5 miliar dan Rp 15 miliar.

Lebih lanjut dalam keputusannya, KPPU menegaskan jika ketentuan pemberian denda terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan Grab dan TPI ini telah memenuhi ketentuan Pasal 48 ayat (1) UU 5/1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atas tindakan pelanggaran terhadap Pasal 4, Pasal 9 hingga Pasal 14, Pasal 16 hingga Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 dengan ancaman pidana denda serendah-rendahnya Rp25 miliar dan setinggi-tingginya Rp 100 miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 bulan.

Sementara itu, sebagaimana diberitakan sebelumnya oleh Reuters, Grab di negara asalnya, Malaysia, harus menelan pil pahit akibat dijatuhi denda sebesar RM 86 miliar atau setara  20,5 miliar dolar AS dari Malaysia Competition Commission (MyCC) pada Oktober 2019. Bahkan upaya untuk meninjau ulang putusan itu pada Maret lalu juga berbuah penolakan di tingkat Pengadilan Tinggi Malaysia.

MyCC menetapkan denda atas Grab atas tindakan pelanggaran atas ketentuan persaingan usaha tidak sehat dengan menerapkan larangan bagi mitranya untuk mempromosikan dan membantu mengiklankan layanan perusahaan pesaingnya usai keberhasilannya melakukan merger dengan Uber dan menjadikannya pihak yang dominan di pasar.

Kemudian cnbc.com juga melaporkan jika Grab juga menghadapi tuntutan yang dilayangkan oleh komisi pengawas anti monopoli di Singapura dan Filipina menyusul merger dengan Uber. Baik Competition and Consumer Commission of Singapore maupun Philippine Competition Commission masing-masing mengenakan denda sebesar 9,5 juta dolar AS dan 23,45 juta peso pada Grab setelah merger yang dilakukan sangat cepat dengan Uber justru memicu persaingan usaha tidak sehat di Singapura serta melanggar komitmen soal harga dan kualitas layanan di Filipina. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA