Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rencana Go Public Anak Perusahaan Pertamina Tuai Polemik, Yanuar Rizki: Kita Punya Pengalaman Gagal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Rabu, 01 Juli 2020, 22:26 WIB
Rencana Go Public Anak Perusahaan Pertamina Tuai Polemik, Yanuar Rizki: Kita Punya Pengalaman Gagal
Ekonom, Yanuar Rizki (sebelah kanan)/RMOL
rmol news logo Manajemen PT Pertamina (Persero) berencana  menjalankan perintah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk mulai go public, atau yang dikenal sebagai rencana penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO).

Persoalan ini menjadi polemik di publik, mengingat rencana ini disebut-sebut sebagai upaya privatisasi BUMN Migas, dan jika itu benar dampaknya cukup signifikan bagi masyarakat.

Banyaknya pihak yang mengkritisi wacana rencana go public dua anak perusahaan (sub holdings) Pertamina ini, dinilai wajar oleh Ekonom Yanuar Rizki.

Menurut Yanuar, Indonesia memiliki pengalaman yang buruk terkait dengan privatisasi BUMN pada saat pemulihan ekonomi pasca krisis moneter tahun 1998.

"Di situ jelas kita punya kenangan buruk lah terhadap peristiwa privatisasi, peristiwa divestasi dan sebagainya," ujar Yanuar Rizki dalam diskusi publik bertajuk 'IPO Anak Usaha Pertamina Untuk Siapa" di Hotel Sofyan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (1/7).

Pengalaman buruk yang dimaksud mantan Komisaris PT Pupuk Indonesia ini bisa dilihat dari proses IPO sejumlah BUMN yang pada tahun 1998 bangkrut alias bailout, dan dijual untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang membengkak.  

Yanuar Rizki menjelaskan, Krismon yang terjadi kala itu bukan hanya menimpa Indonesia, tapi juga banyak negara di Asia. Namun menariknya, persoalan privatisasi BUMN bisa dilakukan secara tepat dan baik oleh Korea Selatan.

Dalam arti, pemerintahan Korsel saat itu menjual saham BUMN-nya secara terbuka kepada masyarakatnya.

Namun untuk menarik pembeli, Korsel memberikan pembelajaran berupa literasi kepada masyarakatnya yang awam mengenai transaksi jual beli saham dan atau kepemilikan saham di suatu perusahaan BUMN.

"Dia (Korsel) berhasil meningkatkan literasi publiknya. Yang dimaksud literasi publik adalah publik yang mengerti tentang mekanisme pasar modal, dan publik yang aktif bertransaksi di pasar modal. Nah dia meningkatkan literasinya dari 14 persen ke 70 persenan," ungkapnya.

Karena keberhasilannya, Negri K-POP tersebut berhasil mensejahterakan masyarakatnya sendiri lewat kepemilikkan saham, dan juga bisa memutarbalikkan keadaan ekonominya yang terpuruk saat itu.

"Nah sehingga waktu yang terjadi di Korea Selatan, bahwa proses privatisasi, proses divestasi yang dilakukan untuk krisis 98, kita bisa lihat Korea Selatan sekarang menjadi negara kelas menangah yang harus kita akui lebih baik dari kita," ucap Yanuar Rizki.

Berbeda halnya dengan Indonesia dalam tempo dan kondisi yang sama. Justru, proses privatisasi BUMN yang dilakukan pemerintahan kala itu tidak memberikan dampak ekonomi signifikan ke banyak masyarakat Indonesia. Melainkan, diberikan hanya ke sebagian orang.

"Yang terjadi banyak skandal. Saham BUMN dijual murah.  Divestasi BPPM katanya dalam tanda petik diberikan ke pemilik lamanya lagi. Nah akhirnya, terkesan bahwa IPO ataupun mekanisme pasar modal ini menjadi kesannya dikita lebih kepada white color crime," papar Yanuar Rizki.

Dari kenangan buruk mengenai go public perusahaan BUMN tersebut, Yanuar Rizki mewanti-wanti pemerintah terkait rencana IPO dua sub holdings Pertamina. Karena bukan tidak mungkin aksi penolakkan akan terjadi, meskipun disatu sisi narasi yang dibangun pemerintah baik.

"Jadi dikita ini cerita privatisasi, cerita divestasi selalu diwarnai oleh isu dan skandal. Dan setiap isu dan skandal sampai hari ini tidak pernah ada penegakan hukumnya," tuturnya.

"Sehingga menurut saya, begitu sekarang kita mengusulkan dengan narasi indah bahwa pasar modal itu dijunjung transparansi, mendorong perusahaan dengan tata kelola yang baik, menurut saya ingatan publik masih ada. Ini jangan-jangan ada yang mau merampok pakai mekanisme pasar," demikian Yanuar Rizki. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA