Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jelang Lebaran Stok Langka, Komisi IV: Keberadaan Dan Kebijakan Gula Masih Mengkhawatikan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 16 Mei 2020, 07:17 WIB
Jelang Lebaran Stok Langka, Komisi IV:  Keberadaan Dan Kebijakan Gula Masih Mengkhawatikan
Ilustrasi impor gula/Net
rmol news logo Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mempertanyakan adanya pengalihan 250 ribu ton gula yang seharusnya untuk industri makanan dan minuman menjadi gula konsumsi rumah tangga. Menurutnya, ada yang tidak beres dari kebijakan gula.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Selain itu, harga gula melonjak tinggi di beberapa agen dan pasar. Bahkan, ada agen yang mematok hingga Rp 20 ribu perkilo. Seminggu menjelang Lebaran, harga dan keberadaan gula pun terlihat tidak stabil.

"Belum lagi soal lenyapnya 67 ribu ton gula rafinasi dalam waktu dua hari saja, sejak diumumkannya ketersediaan gula rafinasi di produsen sebanyak 160 ribu ton oleh Kementerian Perdagangan, menjadi 93 ribu ton," ungkap Akmal dalam rilisnya, Jumat (15/5).

Ia pun mengritik jaminan pemerintah yang berjanji memberikan ketersediaan stok pangan dan kestabilan harganya hingga lebaran. Namun, pada kenyataannya, baru kurang 8 hari Lebaran, segala macam komoditas pangan mengalamai kekacauan baik stok ketersediaan maupun harga retail di lapangan. termasuk harga dan stok gula.

"Pemerintah mesti tuntaskan dan mengusut persoalan gula ini. Keadaannya sudah sangat mengkhawatirkan. Harus dipastikan, ini persoalannya ada di manajemen pengelolaannya, atau ada segelintir oknum yang mencoba memburu rente dari buruknya keadaan," tambahnya.

Pihaknya mengusulkan pemerintah agar satu-persatu mengurai persoalan gula yang masih berpolemik dan cenderung merugikan rakyat banyak.  

Pertama, usut tuntas berkaitan ketersediaan yang masih tersendat di berbagai daerah apakah terkendala distribusi atau permainan spekulan.

Kedua, harus ada tindakan nyata para pelaku amoral spekulan gula bila ditemukan menimbun yang mempermainkan stok di pasar. Ketiga mesti ada solusi peningkatan produksi dalam negeri akan gula dengan perbaikan pola mitra dengan petani maupun perbaikan pabrik.

"Saya minta persoalan pangan terutama gula jelang Lebaran, pemerintah harus serius mengurusinya untuk kepentingan rakyat. Jangan ada tebang pilih jika ditemukan penyelewengan. Dan tuntutan janji akan ketersediaan stok pangan serta harga pangan yang terkendali mesti dapat direalisasikan," tegas Akmal.

Menurutnya, kebijakan terkait gula ini terhadap importasi enam bulan terakhir sudah sesuai harapan. Importasi masih dalam batas kewajaran meskipun total izin impor gula mencapai 988,8 ribu ton. Dengan asumsi  total konsumsi gula mencapai 230-250 ribu ton per bulan, pemerintah dari sisi produksi mesti mampu mengembalikan kekuatan komoditas gula nasional seperti pada tahun 1930.

Akmal juga menyinggung konsumsi gula penduduk Indonesia memang cukup tinggi. Bahkan pada tahun 2018, Indonesia menjadi negara pengimpor gula terbesar di dunia mengungguli China di posisi kedua dan AS di peringkat tiga.

Kebutuhan gula kristal putih (GKP) tanah air mencapai 2,8 juta ton. Sedangkan produksi dalam negeri per tahun hanya di kisaran 2,2 - 2,3 juta ton. Artinya ada kekurangan sebanyak 500-600 ribu ton tiap tahunnya.

"Perlu ada edukasi yang menyeluruh kepada seluruh rakyat Indonesia, berkaitan dengan bahayanya konsumsi gula yang tinggi, sehingga selain memperbaiki tingkat kesehatan SDM bangsa, juga dapat menekan konsumsi gula. Tantangannya adalah, gula ini menjadi penambah kenikmatan berbagai produk makanan dan minuman yang sulit dilepas dari selera masyarakat.
Pekerjaan rumah pemerintah masih sangat banyak pada komoditas gula ini," ujar Akmal.

Ia menyarankan, perlu ada edukasi masyarakat yang masuk dalam kurikulum pendidikan sejak dini akan bahaya konsumsi gula terlalu tinggi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA