Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Peneliti: Pasar Terbuka Bisa Jadi Opsi Menekan Dampak Ekonomi Pandemik Corona

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Selasa, 24 Maret 2020, 15:40 WIB
Peneliti: Pasar Terbuka Bisa Jadi Opsi Menekan Dampak Ekonomi Pandemik Corona
Panic Buying akibat corona/Net
rmol news logo Kebijakan pangan pasar terbuka atau open market diyakini bisa menjadi solusi untuk menekan dampak ekonomi dari pandemik Covid-19 di Indonesia.

Bagi peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta, tak dipungkiri virus corona menjadi salah satu penyebab naiknya harga komoditas pangan.

Oleh karenanya, ia menyarankan pemerintah fokus pada ketersediaan pangan dan barang-barang penting di pasaran guna memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau. Pemerintah juga dapat terus menjaga tumbuhnya konsumsi sebagai bentuk stimulus perekonomian nasional yang juga terdampak pandemik Covid-19.

“Pemerintah perlu mengevaluasi berbagai regulasi yang berpotensi menghambat berjalannya kebijakan pangan yang terbuka. Regulasi yang menghambat masuknya komoditas dari pasar internasional perlu dipastikan efektivitasnya terhadap stabilitas harga di dalam negeri,” ungkap Felippa lewat keterangan tertulisnya, Selasa (24/3).

Salah satu contoh nyata fluktuasi harga dalam negeri yakni pada bawang putih. Diakuinya, sebanyak 90 % bawang putih Indonesia berasal dari China dan karena adanya kebijakan lockdown di China, pasar bawang putih nasional kekurangan pasokan dan harganya menjadi sangat mahal.

Bawang putih China biasanya berharga Rp 7.200 per kilogram dan dijual di Indonesia dengan harga Rp 26.600 per kilogram. Saat ini, harga eceran bawang putih di pasar mencapai Rp 75.000 per kilogram.

Sejatinya, kebijakan di dalam negeri untuk bawang putih adalah wajib tanam bagi importir untuk mendapatkan Rekomendasi untuk Impor Produk Hortikultura (RIPH). Importir baru bisa menerima dokumen ini kalau mereka menanam sebanyak lima persen dari volume impor bawang putih yang mereka ajukan.

Namun kewajiban ini juga tidak mudah untuk dipenuhi karena importir kesulitan menemukan kelompok tani yang dapat diajak bekerja sama dalam menanam. Belum lagi keterbatasan lahan dan cuaca di mana bawang putih membutuhkan cuaca dingin.

“Akibatnya mereka kehilangan lisensi impor mereka. Kemudian mereka memulai perusahaan baru, mengajukan lisensi baru, gagal lagi, dan permainan berlanjut dengan pemain yang itu-itu saja. Belum lagi sistem kuota yang rawan disalahgunakan. Sistem ini juga meniadakan kompetisi yang sehat antarimportir,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA