Kantor Berita Politik RMOL merangkum beberapa komentar tokoh publik terkait usulan ini.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamila atau Kang Emil, menegaskan jika urusan cinta tak bisa dipaksakan.
"Saya mah, urusan cinta itu urusan batin dan takdir Allah," ujar Kang Emil di depan wartawan di Gedung Sate, Kamis (20/2) sore.
Namun, ia juga tidak menolak gagasan tersebut, asalkan saling mencintai.
Ya boleh saja miskin kawin dengan yang kaya kalau saling mencintai. Kan itu sederhana, tapi kalau enggak cinta?," ujar Kang Emil yang baru saja mengumumkan rapor setahun hasil pembangunan di Jawa Barat hasil dari data Badan Pusat Statistik, melalui akun Instagramnya.
“Strategi penguatan subsidi, peningkatan wirausaha dan ekselerasi investasi adalah kunci pengentasan kemiskinan tersebut,†katanya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mempunyai pandangan lain. Menurutnya, mengurangi jumlah kemiskinan seharusnya pemerintah memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, bukan dengan usulan si kaya menikah si miskin.
"Orang miskin umumnya tidak bisa sekolah sehingga mereka tetap bodoh dan tidak bisa keluar dari kemiskinan. Untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan yang mutlak adalah melalui pendidikan," ujarnya kepada media di Jakarta, Kamis (20/2).
Pemerintah tidak memiliki hak untuk mencampuri pasangan orang lain, demikian pendapat Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira.
Ia menilai, usulan tersebut sudah keluar dari tugas pemerintah.
"Ini menurut saya sudah
offside ya. Apa hak pemerintah mencampuri urusan personal begitu?," kata Bhimanya.
Usulan itu juga dinilai tak menjamin akan meningkatkan perekonomian orang miskin menjadi kaya. Yang ada usulan tersebut bisa meningkatkan jumlah perceraian karena tidak atas dasar keinginan sendiri.
"Tidak menjamin orang kaya dipaksa nikah dengan orang miskin kemudian si miskin terangkat pendapatannya. Dalam jangka panjang, konflik sosial akibat perbedaan kelas justru bisa membuat tingkat perceraian semakin tinggi," terangnya.
Ia pun berkomentar, daripada pemerintah berwacana aneh-aneh, sebaiknya perbaiki bansos (bantuan sosial), data BPJS kesehatan, dan kebijakan subsidinya.
“Program yang sudah ada saja belum beres kok mau mencampuri urusan personal individu," tegas Bhimanya.
Pernyataan Muhadjir juga disorot Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang. Ia telah mengetahui pernyataan tersebut sudah diklarifikasi sebagai sebuah usulan dan candaan.
Namun, menurutnya, sebagai seorang Menko, rasanya tidak etis bisa Muhadjir melontarkan guyonan itu.
â€Muhadjir Effendy ini kan Menko PMK, dia enggak boleh guyonan seperti itu. Apalagi ini menyangkut strategi pembangunan kemanusiaan, menyangkut program, menyangkut strategi yang dilakukan oleh pemerintah,†ujarnya kepada media.
Ia menyebutkan, dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
“Bukan berarti dengan cara menganjurkan orang kaya menikahi orang miskin…Pekerjaan pemerintah itu menjadikan mereka tidak miskin dengan melakukan pemberdayaan secara ekonomi, pemberdayaan secara intelektual. Jadi patut disayangkan, seorang pejabat apalagi Menteri Koordinator bidang PMK, membuat guyonan terhadap persoalan ini,†katanya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.