Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Panasbumi Indonesia (ADPPI) Hasanuddin mengomentari draf RUU EBT yang akan dibahas DPR itu berpotensi menimbulkan ketidakpastian.
“Draf ini masih bersifat umum dan belum mengatur secara komprehensif pemanfaatan panasbumi. Oleh karena itu, RUU itu masih berpotensi menimbulkan ketidakpastian dalam pengembangan panasbumi ke depan,†kata Hasanuddin, Sabtu (25/1).
Pengembangan panas bumi sifatnya khusus dan spesifik sehingga, menurut Hasanuddin, seharusnya diatur secara khusus pula dalam undang-undang yang bersifat lex spesialis.
Dalam draf RUU EBT perlu ditambahkan satu pasal berkenaan dengan sumber daya energi terbarukan panas bumi, yaitu pemanfaatan panas bumi, yang diatur dalam UU tersendiri.
“Pemanfaatan panasbumi telah diatur melalui UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panasbumi. Dengan demikian, harus ada tambahan pasal dalam RUU EBT agar pengaturan pemanfataan panas bumi seluruhnya mengacu pada UU Nomor 21 tersebut,†jelas Hasanuddin.
“Itu mengartikan bahwa panas bumi juga akan diatur oleh PP, jika pemanfataannya diatur hanya lewat PP, jelas tidak akan memadai dan tetap akan berdampak pada ketidakpastian. Seharusnya diatur oleh UU Panas bumi, kan UU Panas bumi sudah ada,†lanjut Hasanuddin.
ADPPI mendorong adanya pembahasan lebih lanjut mengenai RUU EBT ini untuk menambahkan satu pasal mengenai pemanfaatan panasbumi, agar diatur melalui Undang-Undang tersendiri, yaitu UU Panas bumi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.