Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ketidakpastian SCM, Biaya Angkut Sapi NTT Ke Jakarta 4 Kali Lebih Mahal Dari Australia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 28 November 2019, 09:59 WIB
Ketidakpastian SCM, Biaya Angkut Sapi NTT Ke Jakarta 4 Kali Lebih Mahal Dari Australia
I Made Adnyana/Net
rmol news logo Meskipun ada permintaan yang besar dari pasar ekspor, tapi seringkali produk-produk dalam negeri gagal memenuhi permintaan tersebut. Hal itu diakibatkan supply chain management yang tidak mampu dikelola dengan baik.

Ketua Program Studi Manajemen S2 MM Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, I Made Adnyana mengatakan, dalam supply chain management (SCM), ada integrasi kepentingan antara perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi maupun mengirimkannya ke pemakai akhir.

"Pendekatan yang ditekankan dalam SCM adalah terintegrasi dengan semangat kolaborasi," ujar Made dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Sosial Politik dan Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Nasional, Jakarta, Rabu (27/11).

Meski kelihatannya sederhana, kata dia, dalam banyak hal kita gagal memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun pasar ekspor karena ketidakpastian rantai pasok yang disebabkan oleh bebagai hal, termasuk aspek permintaan (demand) maupun aspek pasokan (supply).

Dia mencontohkan biaya pengangkutan sapi dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ke Jakarta, itu 40 persen lebih mahal daripada dari Australia. Sedangkan biaya pengiriman daging sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT) hampir empat kali lipat dibandingkan dari Australia.

"Demikian juga biaya pengangkutan ikan dari Ambon ke Surabaya rata-rata Rp 1.800 per kilogram. Sementara dari China ke Surabaya rata-rata hanya Rp 700 per kilogram," jelasnya.

Menurut Adnyana, saat ini merupakan momentum tepat perencanaan penyelenggara pangan melalui perbaikan rantai pasok dengan mengacu kepada UU Pangan.

"Penyelenggaraan pangan harus dilakukan secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, ketahanan pangan," tegasnya.

Dia pun mendukung upaya untuk memperluas mekanisme VPTI (Verifikasi/Penelusuran Teknis Impor) terhadap komoditas impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Hal ini dimaksudkan, selain untuk memproteksi masyarakat dari produk yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, juga untuk melindungi produk-produk lokal.

"Kita tutup impor jelas tidak mungkin, satu-satunya cara adalah memperluas mekanisme VPTI untuk menghambat derasnya arus barang-barang impor hingga produk-produk dalam negeri memiliki kemampuan menyelesaikan masalah SCM," pungkas Adnyana. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA