Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kisruh Marunda, Syarat Damai KBN Ditolak Pengelola Pelabuhan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Selasa, 10 September 2019, 00:47 WIB
Kisruh Marunda, Syarat Damai KBN Ditolak Pengelola Pelabuhan
Pelabuhan Marunda/Net
rmol news logo Kisruh pembangunan Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara tampaknya belum menemui titik akhir. Baru-baru ini, lima syarat perdamaian yang diajukan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) ditolak PT Karya Citra Nusantara (KCN) sebagai pihak pengelola.

Lima syarat tersebut adalah komposisi saham yang tetap 50:50, pengembalian 50 persen dermaga pier 2 dan 3 kepada KBN, pembatalan konsensi Kemenhub dan KCN, KCN dikenakan biaya sewa pier 1 yang sudah beroperasi, dan pembayaran Rp 773 miliar kepada KBN sesuai putusan pengadilan.

"Kami tidak menerima dan tidak mengerti atas syarat perdamaian versi KBN. Bukannya tidak mau berdamai, hampir 2 tahun KCN selalu mengedepankan langkah-langkah mediasi, tapi KBN mengabaikan dan memilih jalur peradilan," kata Direktur Utama PT KCN, Widodo Setiadi di Jakarta, Senin (6/9).

Ia berpandangan, syarat pembagian 50:50 akan merusak konsep awal kerja sama yang disepakati sejak tahun 2005 sebagai proyek non-APBN/APBD.

“Saat ini terdapat dana sebesar Rp 200 miliar yang siap dibagikan sebagai deviden kepada pemegang saham KCN, yakni PT KBN dan PT Karya Tehnik Utama (PT KTU),” katanya.

Pasalnya, deviden belum dapat dibagi sejak 2016 akibat KBN yang selalu berdalih belum dapat menandatangani Addendum IV perjanjian kerja sama yang disusun oleh Jaksa Pengacara Negara sebagai payung hukum atas komposisi saham KCN kembali pada perjanjian awal tahun 2005, yakni KBN 15 persen dan KTU 85 persen dan sebagaimana arahan Menteri BUMN pada saat itu.

Syarat-syarat perdamaian itu akan menghilangkan fakta hukum atas peristiwa dan kronologis awal tender tahun 2004 yang dilakukan oleh negara dalam mencari mitra bisnis di bidang kepelabuhanan.

Widodo pun membantah atas status dermaga Stengah Pier 2 dan pier 3 yang diminta untuk dikembalikan. Menurut dia, KTU sebagai pihak yang telah mengantongi SK mitra bisnis KBN tahun 2004 sebagai mitra bisnis KBN bertujuan membangun pelabuhan ini untuk bisnis.

“Yang kami alami saat ini sungguh sangat tidak fair, kami menanam saham kepada negara, dana yang digunakan tanpa sedikit pun uang negara, full dari swasta tetapi kami digugat dan didenda pula oleh negara sebesar Rp 773 miliar,” ucap widodo.

Permintaan konsesi pelabuhan yang telah berjalan selama 3 tahun ke negara dalam hal ini Kementerian Perhubungan bisa dibatalkan oleh putusan hakim.

“Padahal, konsesi itu suatu bentuk kepatuhan kami sebagai swasta terhadap UU 17/2008 tentang Pelayaran," jelasnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik sekaligus praktisi hukum, Azas Tigor Nainggolan berpendapat putusan hakim tentang gugatan yang melibatkan perseteruan negara dengan negara menyebut swasta patut mendapat konsesi dari regulator kepelabuhan. Hal itu sesuai mandat UU 17/2008.

“Saya rasa aneh sekali jika sebuah lembaga setingkat Kementerian yang berwenang digugat terhadap produknya sendiri. Negara tidak mungkin rugi, apalagi jika proyeknya non-APBN APBD. Jika putusan ini inkracht, Kemenhub wajib bayar denda ratusan miliar kepada negara juga, bayarnya pakai apa jika bukan pakai APBN? Justru itulah yang berpotensi merugikan negara," tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA