Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, perang dagang AS-China telah menyebabkan pelambatan pertumbuhan ekonomi regional. Hal ini berdampak terhadap devisa ekspor yang menurun dan penarikan modal keluar dari negara-negara berkembang. Karena itulah Pemerintah Indonesia harus lebih menekankan soal kebijakan fiskal ini.
"Di masa pertumbuhan ekonomi yang lambat, dengan rasio pajak yang masih rendah, hendaknya badan fiskal memperbesar
tax ratio. Tidak terlalu mengintensifkan golongan konsumen tertentu," ungkap Bobby kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (20/8).
Menurut Bobby, pemerintah harus sensitif dalam merespons instrumen moneter dan fiskal yang ada. Mempertahankan laju modal luar negeri agar terus berputar di Indonesia. Termasuk membuat produk lokal bisa kompetitif dan menemukan pasar alternatif.
Sebab, kata Bobby, jika pemerintah kurang merespons, akan berdampak pada tertahannya investasi lokal.
"Investasi lokal bisa tertahan dan uang yang beredar menjadi berkurang. Membuat perputaran ekonomi melambat," tambahnya.
Soal rencana Tax Amnesty jilid II dinilai Bobby bisa menjadi solusi salah satu kebijakan fiskal dalam menghadapi dampak perang dagang.
"Terobosan seperti Tax Amnesty jilid II bisa menjadi salah satu opsi inovasi kebijakan untuk saat ini," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan masih pesimis bisa mencapai kesepakatan perdagangan dengan China. "Saya belum siap untuk membuat kesepakatan," terang Trump, dilansir
Reuters.
Di sisi lain, Trump juga mengisyaratkan peluang perundingan. Dengan catatan, China harus menyelesaikan protes terkait RUU Ekstradisi di Hong Kong terlebih dahulu.
"Saya pikir itu akan sangat baik untuk kesepakatan perdagangan," kata Trump.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: