Hal itu disampaikan Wakil Direktur INDEF, Eko Sulistyo dalam menanggapi nota keuangan RAPBN 2020 yang telah disampaikan Pemerintah kepada DPR pada Jumat kemarin (16/8).
"Saya melihat RAPBN 2020 menjadi tanda tanya sebagai peneliti di INDEF, hanya 5,3 persen. Target pertumbuhan ekonominya sama saja dengan tahun ini, tetapi penerimaan dan belanjanya lebih tinggi," ucap Eko dalam diskusi yang bertajuk
'RAPBN 2020: Solusi atas Perlambatan Ekonomi?' di kantor INDEF Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Senin (19/8).
Tahun 2020 mendatang, pemerintah meningkatkan target pendapatan negara menjadi Rp 2.221,5 triliun. Mobilisasi pendapatan negara dilakukan baik dalam bentuk optimalisasi penerimaan perpajakan maupun reformasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Menurutnya Eko, jika pemerintah berani meninggikan target penerimaan, seharusnya juga harus berani menargetkan angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
"Jadi bagi saya mengapa berani menargetkan lebih tinggi secara belanja dan penerimaan, begitu bicara target pertumbuhan ekonomi enggak mau lebih tinggi," katanya.
Selain itu, Eko menilai RAPBN tahun ini merupakan kebijakan fiskal berdasarkan stimulus politik, bukan berdasarkan stimulus ekonomi.
Baginya, RAPBN tahun ini seakan sebagai kebijakan fiskal yang berbau politik dibandingkan dengan faktor ekonomi lantaran target belanja yang lebih tinggi dibandingkan dengan target pertumbuhan.
"Artinya target atau kebijakan fiskal tahun ini itu berarti mungkin stimulus politik," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: