"Kalau dampak sektor riil sih sudah mulai kelihatan ya, bahwa ekspor kita juga ada ada perlambatan ke China dan juga ke Amerika Serikat," ungkap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti usai menyaksikan pemotongan kurban di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (11/8).
Lanjut Destry, China dan Amerika Serikat merupakan dua negara yang menjadi mitra dagang utama Indonesia. Namun, dalam kondisi perang dagang permintaan ekspor dari kedua negara tersebut malah kian tergerus.
Menurut Destry, Indonesia bisa menahan imbas perang dagang dengan dua hal. Pertama, mendiversifikasi produk Indonesia yang masih didominasi komoditas.
"Ke depannya, memang, Indonesia tentu diharapkan bisa, satu, mendiversifikasi produk dari kita yang mungkin dari comodity base mungkin masuk ke manufacture yang bahan bakunya bisa diproduksi dalam negeri sendiri," paparnya.
Kedua, Indonesia perlu memperluas daerah tujuan ekspornya dari yang konvensional menjadi non konvensional.
"Mungkin, merambah ke negara-negara yang diluar negara majority trading partner mereka selama ini," sambungnya.
Oleh karena itu, Destry menambahkan, harus diupayakan untuk membuka pasar di Timur Tengah (Middle East) dan juga Afrika, meskipun tantangannya ke dua tujuan negara-negara tersebut terhalang transportasi karena jarak yang jauh. Namun, ia meyakini diversifikasi itu bisa tercapai dengan langkah efisiensi.
"Memang ada masalah logistik transportasi karena itu jauh. Tentunya, dengan harapan efisiensi tercipta di domestik mestinya di masalah transportation costnya bisa bisa di maintainlah gitu, dimanage," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.