Bahkan baru-baru ini pemerintah mengambil langkah untuk meningkatkan investasi di bidang riset dengan dana abadi untuk riset senilai Rp 990 miliar.
"Dari sisi APBN, dana riset yang lebih dari Rp 35 triliun itu dialokasikan untuk 45 Kementerian Lembaga. Jadi kalau Anda bayangkan, ya diecer-ecer banyak begitu. Maka tidak terasa dari sisi penggunaannya,†ungkapnya dalam forum 'Mencari model dan pengelolaan dana riset untuk Indonesia' di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).
Ia menuturkan, lebih dari 43 persen dana penelitian ini ditekankan sepenuhnya untuk penelitian. Sisanya untuk belanja operasional, modal, jasa IPTEK, bahkan pendidikan, serta pelatihan.
“Dari dana riset yang digunakan di 45 Kementerian Lembaga, itu 43,7 persen dana penelitian benar-benar untuk penelitian," ucapnya.
Dengan ini, ia berharap penelitian dilakukan secara inovatif, seperti halnya pengembangan infrastruktur penelitian yang lebih diefisienkan agar tidak memakan anggaran terlalu besar.
“Mungkin rektorat bisa menciptakan infrastruktur
research sehingga peneliti itu tidak sibuk 65 persen waktunya untuk pertanggungjawaban, jadi
research service provider yang dilakukan perguruan tinggi,†paparnya.
Caranya, kata Sri, yakni dengan meng-hire akuntan laporan pembukuan. "Jadi para peneliti biarkan mereka yang bikinin laporannya untuk keuangannya, itu kan bisa,†tegasnya.
Dengan demikian, diharapkan perguruan tinggi berinovasi untuk menciptakan sistem kelembagaan dan tata kelola serta sistem akuntabilitas yang tidak terlalu membebani kegiatan penelitian itu sendiri.
Sebelumnya, pada tahun 2016, Indonesia menganggarkan dana riset dengan persentase 0,2 dari produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut lebih rendah dari Vietnam (0,44 persen), Thailand (0,78 persen) dan Malaysia (1,3 persen).
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.