Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, Pradnyawati mengatakan inti permasalahannya adalah minyak nabati hasil UE tidak ingin kalah saing dengan minyak nabati dari Asia atau negara tropis sepertia Indonesia.
"Sudah terbaca bahwa ini adalah
grand strategy yang terstruktur, sistematis dan masif," ungkap Pradnyawati dalam jumpa pers di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (26/7).
"Palm oil itu sangat efektif dari segala parameter, kita itu lebih kompetitif dibandingkan minyak bunga matahari, soy bean. Oleh karena itu kita digempur dari berbagai arah dan dengan berbagai instrumen yang semuanya itu legal menurut World Trade Organization," tutur Pradnyawati.
Sebelumnya UE melalui European Biodiesel Board (EBB) yang diwakili oleh firma hukum Fidal melakukan petisi ke Komisi Eropa (KE) pada 19 Oktober 2018, kemudian pemerintah UE melakukan penyelidikan antisubsidi terhadap impor biodiesel asal Indonesia mulai tanggal 6 Desember 2018, dengan mengambil lima perusahaan produsen/eksportir biodiesel sebagai sampel.
Penyelidikan ini dilakukan berdasarkan sembilan tuduhan yakni, The Biodiesel Subsidy Fund (BSF), Government Provision for Palm Oil for Less Than Adequate Remuneration Through Palm Oil Export Constraints, Income Tax Benefits for Listed Investments, Prefential Export Financing and Guarantees Provided by the Indonesia Eximbank, Industrial Estate Subsidies, Pioneer Industry Tax Benefits, Import Duty Facility, Tax Exemption on Vat dan Subsidies Granted to the Palm Oil Industry Benefitting to Biodiesel Producers.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: