Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rizal Ramli: Kebijakan Sektoral Tidak Membantu Krakatau Steel Untung

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 11 Juli 2019, 13:03 WIB
Rizal Ramli: Kebijakan Sektoral Tidak Membantu Krakatau Steel Untung
Rizal Ramli/Net
rmol news logo Ekonom senior, Rizal Ramli meyakini jika pemerintah menerapkan kebijakan antidumping tarif sebesar 25 persen terhadap baja dan turunannya maka Krakatau Steel (KS) akan untung lagi.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Mantan anggota Tim Panel Ekonomi PBB itu berpendapat, restrukturisasi KS membuat utang sustainble akan tetapi tidak meningkatkan penjualan.

"Saya mohon maaf itu hanya memberikan temporary solution, solusi sementara karena itu pada level korporasi," kata Rizal dalam Indonesia Bussiness Forum TV One, baru-baru ini.

Rizal mencontohkan dalam industri baja. Ekonomi Tiongkok dalam 25 tahun sebesar 12-14 persen. Namun kuartal I 2019 hanya mencapai 6,4 persen. Akibatnya Tiongkok mengalihkan kelebihan produksinya ke pasar lain dengan harga sangat murah.  Salah satunya ke Indonesia.

"Baja Tiongkok masuk, dijual dengan harga sangat murah dibantu dengan regulasi, dibikin standar impor itu lebih rendah. Kita kan punya standar nasional industri," jelas Rizal.

Makanya, lanjut Rizal, jor-joran pembangunan infrastruktur pemerintah Jokowi seharusnya membuat KS untung malah buntung.

"Karena kebijakan sektoral tidak membantu. Solusinya apa? tahun lalu saya sudah bilang, kita kenakan antidumping tarif sebesar 25 persen. Kalau itu terjadi, baja KS jadi compatitive. Artinya infrastruktur maju, Krakatau Steel maju, tapi kita nggak berani melakukan ini. Biasa-biasa saja antidumping policy," kritik Rizal.

Rizal juga menyoroti kehadiran perusahaan Tiongkok dalam industri baja di Indonesia. Hebei Bishi Steel Group yang merupakan produsen baja asal China berencana mendirikan pabrik baja di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

Rizal mengingatkan, ekonomi Tiongkok saat ini berada di masa-masa sulit. Pengangguran di negara itu terbilang tinggi.

"Makanya begitu dia ada project, dia mau ambil semua dari ujung tangki, bahan bakunya, orangnya, dan lain sebagainya. Tapi itu tergantung kita, kita maunya seperti apa? kita bisa negosiasi dengan Tiongkok, maksimum pekerja asingnya 10 persen. Malaysia begitu, tapi kita nggak ambil policy ini," tutur mantan menteri Maritim dan Sumber Daya era Jokowi ini.

Kemudahan regulasi pemerintah juga dinilai Rizal menguntungkan perusahaan manufaktur Tiongkok yang berdiri di Indonesia terhindar dari efek perang dagang. Sebab, produk-produknya diubah menjadi made in Indonesia.

"Kebayang nggak, kalau pabrik baru dibangun di Kendal, dikasih 30 tahun tax holiday, Krakatau Steel kan nggak dapat. Artinya mereka bisa jual dengan lebih murah lagi, 25-35 persen, in the longterm 10 tahun perspektif kegulung Krakatau Steel. Nah kita tidak hati-hati," Rizal menekankan.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA