Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat: Penguatan Rupiah Berpotensi Turunkan Tarif Listrik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 08 Juli 2019, 13:10 WIB
Pengamat: Penguatan Rupiah Berpotensi Turunkan Tarif Listrik
Pengamat ekonomi energi dan pertambangan Fahmy Radhi/Net
rmol news logo Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan bahwa tidak akan ada kenaikan tarif listrik hingga akhir 2019. Penegasan itu tetap istiqomah dengan kebijakan Pemerintahan Joko Widodo yang disampaikan pada awal 2017.

Pengamat ekonomi energi dan pertambangan Fahmy Radhi menilai, pertimbangannya bukan karena hampir bersamaan dengan tahun politik. Tetapi lebih untuk meringankan beban rakyat yang daya belinya lagi rendah dan menjaga inflasi tetap pada kisaran 3 persen per tahun.

"Kebijakan untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019 menyebabkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik lebih tinggi dari pada tarif listrik ditetapkan pada 2017-2019," jelas Fahmy dalam keterangan tertulis, Senin (8/7).

Konsekwensinya, lanjutnya, pemerintah harus mengalokasikan sejumlah dana untuk kompensasi sebesar Rp. 7,45 triliun dan subsidi sebesar Rp15,72 triliun yang dibebankan pada APBN tahun berjalan. Untuk mengurangi beban APBN periode 2020 pemerintah akan menyesuaikan tarif listrik melalui penerapan automatic adjustment bagi 12 golongan pelanggan listrik.

Untuk diketahui, atomatic adjustment adalah mekanisme penyesuaian tarif listrik secara otomatis yang digunakan PLN dalam menetapkan penaikan atau penurunan tarif listrik. Dasar yang digunakan adalah variable penentu BPP terdiri dari Indonesian Crude Price (ICP), inflasi dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) serta harga energi primer.

"Penyesuaian tarif listrik otomatis itu berdasarkan variabel penentu tersebut bisa menyebabkan tarif listrik naik tetapi bisa pula tarif listrik turun dibanding tarif listrik sebelumnya, tergantung dari besaran variabel penentu tersebut," jelasnya.

Kalau mencermati BPP listrik pada saat ini, masih kata Fahmi, tampaknya besaran semua variabel penentu itu akan menurunkan besaran BPP listrik. Kurs tengah rupiah terhadap dolar AS selama bulan Juli 2019 cenderung menguat mencapai rata-rata Rp 14.148 per satu dolar AS lebih kuat ketimbang asumsi APBN 2019 dan RKAP PLN yang ditetapkan sebesar Rp 15.000 per satu dolar AS.

"ICP juga cenderung turun pada kisaran 61 dolar AS per barel, lebih rendah dibandingkan dengan harga asumsi ICP di APBN yang ditetapkan sebesar 70 dolar AS per barel," katanya.

Fahmi jelaskan bila Inflasi Juli diprediksikan juga rendah diramalkan hanya 0,12 persen per bulan atau sekitar 3,12 persen YOY sepanjang 2019.

Selain ketiga indikator itu, biaya energi primer yang menentukan HPP listrik cenderung tetap bahkan beberapa beberapa harga energi primer mengalami penurunan.

Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 yang menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) harga Batubara yang dijual kepada PLN ditetapkan sebesar 70 dolar AS per ton, yang diberlakukan per 12 Maret 2018 hingga sekarang. Dengan DMO harga Batubara itu, beban BPP listrik memang dapat diturunkan. Harga gas, yang merupakan energi primer lainnya, ditetapkan 8 persen dari di mulut sumur gas atau maksimum 14,5 persen di plant gate pembangkit listrik, sehingga harganya lebih rendah.

PLN sendiri melakukan efisiensi di sejumlah tempat, seperti susut jaringan dan operasional keuangan, juga telah menurunkan HPP listrik selama 2019.

Berdasarkan kecenderungan penurunan ICP, penguatan kurs rupiah terhadap dollar AS dan stabilitas inflasi, penurunan harga energi primer, utamanya harga batubara dan gas serta efisiensi yang dilakukan PLN selama ini, maka BPP listrik mestinya mengalami penurunan yang signifikan.

"Dengan penurunan BPP listrik itu, penetapan tarif dengan menggunakan automatic adjustment mestinya akan menurunkan tarif listrik pada 2020," katanya.

Dia menambahkan tarif listrik pada 2020 akan memberikan berbagai benefit bagi konsumen dan perekonomian Indonesia. Beban pengeluaran konsumen akan menurun sehingga bisa menaikkan daya beli masyarakat yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penurunan tarif listrik akan semakin menurunkan tingkat inflasi sehingga dapat menurunkan harga-harga kebutuhan pokok. Bagi konsumen industri, penurunan tarif listrik akan menurunkan harga pokok penjualan produk dan jasa sehingga dapat meningkatkan daya saing produk dan jasa di pasar dalam negeri maupun pasar ekspor.

"Penurunan tarif yang didasarkan atas penurunan BPP listrik tidak akan merugikan bagi PLN, bahkan PLN masih akan memperoleh margin dari penjualan setrum yang tarif listrik ditetapkan di atas hpp listrik. Dengan adanya berbagai benefit itu dan PLN masih memperoleh margin, maka tarif listrik harus diturunkan pada awal 2020 mendatang," jelasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA