Dimensy.id
Apollo Solar Panel

BPKM Curiga Ini Penyebab Investasi Di Farmasi Nasional Merosot

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 03 Juli 2019, 09:37 WIB
BPKM Curiga Ini Penyebab Investasi Di Farmasi Nasional Merosot
Nurul Ichwan/RMOL
rmol news logo Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum melihat adanya korelasi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat dengan merosotnya minat investasi asing di industri farmasi Indonesia.

"Kita harus mengkaji lebih detail ke dalam faktor penyebab yang memberikan kontribusi signifikan terhadap tidak menariknya investasi sektor farmasi di Indonesia," kata Direktur Perencanaan Jasa dan Kawasan BKPM, Nurul Ichwan saat ditemui di kantor BKPM, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa (2/7).

Meskipun begitu, Nurul mempertanyakan aturan dalam Permenkes yang menyebutkan investor diberikan waktu selama lima tahun untuk mengimpor, selanjutnya membangun industri manufakturing di Indonesia.

"Itupun tidak harus completely semua prosesing dari A-Z. Ini yang saya khawatir, setelah mereka mendapatkan masa lima tahun impor, terus sekarang diminta untuk investasi, belum tentu mereka setuju," jelasnya.

Terlebih lagi jika investor tersebut sudah investasi di negara tetangga sehingga tidak mungkin membangun industri untuk produk yang sama dalam satu region berdekatan.

"Ini tidak efisien," tuturnya.

Banyak hal yang menjadi pertimbangan investor asing menanamkan modal di Indonesia. Salah satunya, jelas dia, penghitungan rasio biaya terhadap keuntungannya.

Sementara biaya produksi terkait logistik di Indonesia masih terbilang mahal. Selain itu belum efektifnya integrasi antara pelabuhan dengan pusat industri.

"Ini PR kita sama-sama, kalau Singapura punya kekayaan infrastruktur, Vietnam bisa berikan tax holiday, kita juga punya kekuatan market. Sekarang bagaimana kita mengukur kelebihan Indonesia dari sisi market yang harus dikontribusikan denga biaya logistik yang murah," imbuh Nurul.

Menurut dia, perlu adanya kombinasi antara pengembangan infrastruktur dengan kebijakan tax insentif yang baik, sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap murahnya biaya produksi untuk perusahaan farmasi di Indonesia. Dengan begitu, Indonesia lebih kompetitif.

Selain itu, Indonesia seharusnya juga memberikan insentif untuk perusahaan yang melakukan riset dan pengembangan hasil produk berbeda dengan perusahaan sama di negara-negara tetangga.

"Hampir di seluruh negara ASEAN mereka menyiapkan insentif untuk RnD sehingga industri bisa dibangun," paparnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA