Mereka meminta Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan turut memperjuangkan nasib Petani Plasma Sawit, agar menolak pemberlakuan kembali pungutan Ekspor CPO.
"Perkebunan dan industri minyak kelapa sawit di Indonesia berkontribusi mengurangi angka kemiskinan yang juga menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa," kata Sekjen APPKSI Arifin Nur Cahyono.
Lanjut Arifin, melalui program kemitraan atau plasma, petani kelapa sawit dapat mengelola sawit secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan.
"Bila diperhatikan, ini bisa merupakan bentuk keberpihakan Menko Maritim pada Petani Plasma Sawit di Indonesia," tambahnya.
Dijelaskannya, Petani Plasma Sawit menguasai sebanyak 41 persen lahan sawit dengan luas lahan mencapai 4,6 juta hektar dan tenaga kerja langsung yang terserap di perkebunan sawit mencapai 5,5 juta orang dan pekerja tak langsung 12 juta.
"Karena itu, Pemerintah Indonesia harus menjaga perkebunan dan industri sawit untuk mengatasi angka kemiskinan sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB tahun 2030," tegasnya.
Namun, lanjut dia, selama 3 tahun terakhir akibat Pungutan Ekspor CPO digunakan untuk mensubsidi Industri biodiesel milik konglomerat, jutaan petani sawit mengalami kemiskinan. Hal itu lantaran pendapatan Petani tergerus dengan adanya pungutan ekspor CPO.
"Karena itu, kami meminta Menko Maritim Puhut Binsar Panjaitan agar memperjuangkan nasib Petani Plasma Sawit, agar menolak pemberlakuan kembali pungutan Ekspor CPO," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.