Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ketua Serikat Petani Sawit RI Curhat Di Negeri Belanda, Harga TBS Murah Dan Dikuasai Tengkulak

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 15 Juni 2019, 13:27 WIB
Ketua Serikat Petani Sawit RI Curhat Di Negeri Belanda, Harga TBS Murah Dan Dikuasai Tengkulak
Mansuetus Darto di Belanda/SPKS
rmol news logo Petani kelapa sawit mengalami kondisi mengenaskan. Selain harga murah dan dikuasai para tengkulak, penguasaan harga Tandan Buah Segar (TBS) juga tidak berpihak kepada para petani kelapa sawit.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal itu disampaikan Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto saat memberi pemaparan sebagai pembicara di rapat rutin yang diadakan Forum Amsterdam Deklarasi di Ultrect, Belanda, Jumat (14/6).

Mansuetus Darto menuturkan, kondisi riil petani kelapa sawit Indonesia kebanyakan memiliki luasan lahan antara 1-4 hektar. Mereka hidup dan tinggal di pedesaan, atau di sekitar kebun sawit.

Para petani kelapa sawit Indonesia itu juga sangat bergantung pada hasil kelapa sawit, dengan pekerjaan pokoknya adalah bertani. Lahan dikerjakan sendiri oleh petani atau keluarganya.

Mayoritas petani tidak memiliki lahan pangan, dan tidak memiliki legalitas lahan seperti sertifikat, dan hanya sebagian kecil dalam kawasan hutan dan gambut.

“Petani sawit saat ini, penjualan TBS-nya banyak lewat tengkulak, dengan harga murah, meskipun itu pabrik dekat dengan kebun petani,” tutur Mansuetus Darto, dalam catatannya yang diterima redaksi.

Dia menyampaikan, dengan melihat kondisi riil petani kelapa sawit Indonesia saat ini, SPKS mengajak para pembeli sawit atau buyer dan negara-negara pembeli sawit di Eropa bisa berperan secara nyata untuk peningkatan kapasitas dan pemberdayaan petani kelapa sawit Indonesia.

Mansuetus Darto sebagai ketua SPKS ikut dalam rapat Amsterdam Deklarasi Tahun 2019 atas undangan langsung anggota Amsterdam Deklarasi. Dia diminta memaparkan kondisi riil petani kelapa sawit Indonesia.

“Dan untuk mengajak agar para pembeli kelapa sawit dan negara-negara pembeli sawit di Eropa bisa berperan secara nyata untuk pemberdayaan petani kelapa sawit Indonesia,” jelas Mansuetus.

Rapat di Amsterdam Deklarasi ini diikuti perwakilan dari negara-negara Uni Eropa, pembeli kelapa sawit di Uni Eropa, pemerintah Belanda, perwakilan NGOs International juga dari Indonesia, serta pemerintah Indonesia sendiri.

Di Forum Amsterdam Deklarasi itu, Mansuetus Darto meminta dan merekomendasikan kepada para pembeli sawit untuk memperbanyak inisiatif yang selama ini melibatkan pembeli swait (buyers) yang masih bekerja di level treceability, bukan pada pemberdayaan petani. Sehingga, pembeli sawit wajib mengukuti road map petani sawit swadaya.

Kemudian, dalam pemberdayaan petani sawit harus ada klasifikasi berdasarkan legalitas lahan maupun penguasaan lahan.

Menurut dia, perlu adanya penguatan kapasitas dan pendampingan terhadap pungutan kelembagaan petani sawit seperti kelompok tani, Gapoktan, Koperasi, sangat diperlukan.

"Kemudian, jualan TBS langsung ke pabrik di sekitar petani, perlu market acces dan farmers welfare,” ujarnya.

Kedua, dikarenakan platform pembeli sawit yang selama ini untuk komitmen sustainability belum dirasakan petani kecil yang legal di Indonesia seyogyanya  meminta secara terbuka kepada perusahaan yang suplay-nya dari petani kecil dengan harga sesuai prinsip market dan pemerintah.

Ketiga, pembeli sawit harus tahu bahwa dengan penjulan TBS langsung ke pabrik akan mampu meningkatkatkan pendapatan petani mencapai 20-30 persen dari harga TBS saat ini.

Mansuetus menerangkan, dengan peningkatan pendapatan, petani akan mudah membeli pupuk dan meningkatkan produktivitas serta kehidupan keluarga petani level treceability. Sebab tidak semua kebun petani ada dalam kawasan hutan dan gambut, bukan mill ke plantation.

Keempat, pembeli sawit memastikan petani yang melindungi hutan HCS adalah equal seperti petani yang peroleh sertifikat RSPO.

“Karena pada kondisi lapangan justru petani yang melindungi hutan HCS yang real sustain. Petani seperti ini belum memperoleh sertifikasi karena mempertimbangkan cost yang mahal," terangnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA