Dimensy.id
Apollo Solar Panel

DJPPR: Samurai Bond 2019 Tidak Rugikan Keuangan Negara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Minggu, 09 Juni 2019, 20:48 WIB
DJPPR: Samurai Bond 2019 Tidak Rugikan Keuangan Negara
Ilustrasi/Net
rmol news logo Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu memberikan penjelasan mengenai Samurai Bond, surat berharga yang diterbitkan negara dengan menggunakan mata uang Yen Jepang.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Penjelasan itu adalah respon atas sebuah artikel yang diterbitkan Kantor Berita RMOL, yang berjudul Skandal Samurai Bonds, Menteri Keuangan Sri Mulyani Diduga Rugikan Negara Rp 663,4 Miliar, yang ditulis peneliti dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat, Gede Sandra.

Penjelasan tersebut disampaikan DJPPR Kementerian Keuangan dalam bentuk infografis di laman Facebook lembaga itu.

DJPPR Kementerian Keuangan di dalam penjelasannya mencoba untuk menjawab tiga hal yang disampaikan Gede Sandra.

Pertama, bahwa tingkat kupon Samurai Bond yang diterbitkan Indonesia lebih tinggi dari Samurai Bond yang diterbitkan Filipina. Kedua, bahwa tingkat kupon Samurai Bond yang diterbitkan Indonesia pada tahun 2012 lebih tinggi dari yang diterbitkan pada tahun 2019.

Ketiga, bahwa selisih antara Samurai Bond Indonesia dan Samurai Bond Filipina adalah sebuah kerugiaan negara, yang di dalam artikel disebutkan sebesar Rp 663,4 miliar.

Menurut DJPPR Kementerian Keuangan, untuk membandingkan Samurai Bond yang diterbitkan dua issuer yang berbeda perlu dipahami karakteristik dan metode pricing di pasar keuangan Jepang. Dengan demikian, upaya membandingkannya akan menghasilkan kesimpulan yang tepat.

Investor Jepang disebutkan memiliki akses yang luas ke pasar keuangan global, dan akan selalu melihat yield di secondary market dari global bond dalam hard currency (seperti USD maupan EUR) dari issuer yang sama.

Sementara di secondary market, yield bergerak ditentutakan oleh mekanisme pasar yang tidak bisa diintervensi seseorang atau institusi, dimana terdapat faktor-faktor di luar kendali issuer.

Berbagai faktor itu misalnya, supply dan demand, serta sentimen pasar domestik maupun global, kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan ekonomi makro.

Disebutkan pula oleh DJPPR Kementerian Keuangan bahwa saat ini di secondary market yield global bond dalam USD yang diterbitkan Filipina memiliki perbedaan dengan yield global bond yang diterbitkan Indonesia.

Ditambahkan bahwa ada dua perbedaan yang mempengaruhi yield global bond kedua negara. Keduanya adalah Credit Rating yang ditentukan oleh lembaga pemeringkat rating independen, dan Cross Default Swap (CDS) yang ditentukan mekanisme pasar.

Bagaimana dengan perbedaan tingkat kupon Samurai Bond yang diterbitkan Indonesia tahun 2012 dan 2019?

Menurut DJPPR Kementerian Keuangan, perlu dipahami bahwa kondisi perekonomian baik domestik maupun global pada tahun 2012 berbeda dengan di tahun 2019. Di tahun 2012, kondisi suku bunga global juga masih rendah akibat quantitative easing Amerika Serikat serta demand dan harga komoditas yang masih tinggi (commodity boom) yang memiliki pengaruh pada kondisi ekonomi domestik.

Selain itu, Samurai Bond yang diterbitkan Indonesia pada tahun 2012 memperoleh semacam jaminan yang merupakan credit rating enhancement dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC).

Di tahun 2012 Samurai Bond Indonesia masih memerlukan jaminan karena karakteristik investor Jepang yang sangat konservatif, sehingga issuer asing sulit mengakses pasar Jepang, terutama untuk bond dengan tenor menengah-panjang.

Sebagai upaya pemerintah Jepang untuk membuka pasarnya bagi issuer asing, diperkenalkanlah fasilitas Guarantee and Acquisition toward Tokyo market Enhancement (GATE), yang dimanfaatkan oleh beberapa negara seperti Malaysia, Meksiko, Turki dan Indonesia.

Juga di tahun 2012 kupon Samurai Bond yang diterbitkan Indonesia masih relatif rendah karena adanya jaminan dari JIBC. Dengan jaminan itu, credit rating penerbitan yang digunakan bukan lagi credit rating Indonesia, namun credit rating JBIC yang jauh lebih baik.  

Adapun di tahun 2018 JBIC memberikan fasilitas GATE dalam format partial acquisition dalam penerbitan Samurai Bond oleh Filipina, terutama untuk tenor 10 tahun. Dengan format ini, sebagian besar Samurai Bond tenor 10 tahun yang diterbitkan Filipina dibeli oleh JBIC.

Sementara, pemerintah Indonesia tidak lagi mendapatkan jaminan dari JBIC secara penuh sejak 2017, dan sudah dapat secara penuh mengakses pasar Jepang.

Ini bisa dilihat dari kemampuan Indonesia menarik lebih dari 50 investor Jepang di pada penerbitan Samurai Bond di tahun 2018. Sementara di tahun yang sama Filipina hanya mampu menarik sekitar 30 investor Jepang.

Mengenai kesimpulan bahwa negara mengalami kerugiaan dalam penerbitan Samurai Bond, DJPPR Kementerian Keuangan mengatakan, kesimpulan itu didapatkan karena menggunakan kondisi pada tahun yang berbeda. Dimana untuk Filipina menggunakan data 2018 dan untuk Indonesia menggunakan data 2019.

Padahal pada faktanya, sambung keterangan itu, suku bunga di pasang keuangan cenderung berubah setiap saat. Apalagi sejak Agustus 2018 suku bunga global mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan Fed Fund sebanyak dua kali, di bulan September sebesar 2,25 persen dan di bulan Desember sebesar 2,5 persen.

Jika menggunakan waktu yang berbeda tentu saja kesimpulan atas analisis menjadi tidak valid karena perbedaan kondisi tingkat suku bunga yang terjadi di pasar keuangan.

Lalu, kondisi keuangan kedua negara juga tidak dapat dibandingkan secara sepadan atau apple-to-apple. Antara lain dilihat dari sisi current account deficit, balance of payment dan pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah Indonesia justru mampu menerbitkan tenor panjang antara 15 dan 20 tahun, tanpa haris disertai jaminan JBIC untuk menarik investor Jepang.

Juga penting untuk dicatat bahwa kupon penerbitan Samurai Bond di tahun 2019 lebih rendah 9 sampai 13 bps dibandingkan penerbitan di tahun lalu.

Adapun dari sisi fiskal, penerbitan Samurai Bond dilakukan dengan mempertimbangkan analisis biaya dan risiko. Pemerintah menerbitkan SBN dalam uang Yen Jepang sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dampak risiko nilai tukar dan adanya kebutuhan kas atau devisa dalam bentuk mata uang Yen.

Ditambahkan oleh DJPPR Kementerian Keuangan bahwa data pada bulan April 2019 memperlihatkan nominal outstanding Samurai Bond yang diterbitkan pemerintah sebesar 532,5 miliar Yen atau setara dengan Rp 67,3 triliun.

Jumlah ini equivalen dengan 1,8 persen dari total SBN sebesar Rp 3.745,9 triliun, dan setara pupa dengan 1,5 persen dari total utang pemerintah yang sebesar Rp 4.528,5 triliun.

DJPPR Kementerian pada bagian akhir menambahkan bahwa pemerintah berupaya memperdalam pasar SBN domestik, sehingga akan semakin dalam dan likuid. Dengan demikian yield SBN, baik domestik dan global, di masa depan dapat ditekan pada level yang optimal.

Keterangan dari DJPPR Kementerian Keuangan itu ditutup dengan kesimpulan antara lain bahwa tuduhan mengenai potensi kerugiaan negara dalam hal penerbitan kupon Samurai Bond di tahun 2012 dan 2019 tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang telah dijelaskan tersebut. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA