Adalah Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, dua komisaris yang menolak laporan keuangan Garuda Indonesia 2018. Dua komisaris itu adalah perwakilan PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd yang menguasai 28,08 persen saham GIAA.
Berdasarkan dokumen yang beredar, kedua komisaris itu keberatan terhadap pengakuan pendapatan atas transaksi dari Perjanjian Kerja Sama PenyeÂdiaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia, pada 31 Oktober 2018.
Mereka menilai, laporan keuangan yang memuat pengakuan manajemen Garuda atas pendapatan dari Mahata senilai 239,94 juta dolar AS yang 28 juta di antaranya berasal dari bagi hasil yang didapatkan PT Sriwijaya Air tidak sesuai kaiÂdah pernyataan standar akutansi keuangan (PSAK) nomor 23.
Menurut kedua komisari terseÂbut, catatan itu masih dalam bentuk piutang, tapi sudah diakui perusahaan sebagai pendapatan. Tak hanya itu, catatan tersebut membuat beban yang ditangÂgung Garuda menjadi lebih besar untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Chairal mengatakan, ada dua pendapat yang berbeda dalam peÂnyajian laporan keuangan Garuda Indonesia periode 2018. Dirinya sempat meminta agar keberatan itu dibacakan dalam RUPST, tapi keputusan pimpinan rapat permintaan itu tak dikabulkan.
Dia mengaku, hanya berupaya melakukan haknya sebagai salah satu komisaris untuk mengecek laporan keuangan. Namun, lapoÂran itu disebut sudah diterima dalam RUPST oleh pemegang saham.
Pada 2018, Garuda mencatatÂkan laba bersih senilai 809,85 ribu dolar AS atau setara Rp 11,4 miliar. Pendapatan perusahaan tahun lalu tercatat sebesar 3.538.378.852 dolar AS atau Rp 49 triliun.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengklaim, lapoÂran keuangan Garuda sudah melaÂlui proses audit sehingga tidak perlu ada keraguan. "Semua kan sudah diaudit," kata Gatot.
PerampinganGatot Trihargo melanjutkan, dalam RUPST itu diputuskan jajaran direksi dirampingkan dari yang berjumlah delapan menjadi tujuh direksi. Selain itu, perampingan juga terjadi pada komisaÂris yang tadinya berjumlah tujuh menjadi lima komisaris.
Direksi yang diganti adalah Direktur Teknik Iwan Susena digantikan oleh Iwan Joeniarto yang dulunya sebagai Direktur Utama GMF. Sedangkan, jaÂbatan Direktur Layanan yang diemban Nicodemus Panarung Lampe dihapuskan dan digabung menjadi Direktur Teknik dan Layanan.
Sementara, dari posisikKomisaris yang diubah, yakni jabatan Komisaris Utama yang sebelumnya Agus Santoso menjadi Sahala Lumban Gaol. Adapun berikut jajaran direksi dan komisaris hasil RUPS adalah Direktur Utama I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, Direktur Operasi Capt Bambang Adisurya AngÂkasa, Direktur Teknik & Layanan Iwan Joeniarto, Direktur Human Capital Heri Akhyar, Direktur Niaga Pikri Ilham Kurniansyah, Direktur Kargo & PengembanÂgan Usaha Mohammad Iqbal, dan Direktur Keuangan & ManajeÂmen Resiko Fuad Rizal.
Kemudian Komisaris Utama Sahala Lumban Gaol, KomisaÂris Independen Herbert Timbo P Siahaan, Komisaris Independen Insmerda Lebang, Komisaris Independen Eddy Porwanto Poo, dan Komisaris Chairal Tanjung.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: