Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perjuangkan Kartu Asuransi, 31 Perempuan Nelayan Tambakpolo Pernah Ditertawai Wakil Rakyat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 25 Maret 2019, 07:53 WIB
Perjuangkan Kartu Asuransi, 31 Perempuan Nelayan Tambakpolo Pernah Ditertawai Wakil Rakyat
Foto: PPNI
rmol news logo Sebanyak 31 perempuan nelayan Dukuh Tambakpolo, Demak, Jawa Tengah, mendapat Kartu Asuransi Nelayan setelah dua tahun terakhir memperjuangkannya.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Sekjen Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Masnuah menuturkan, selama dua tahun ini PPNI bersama Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) melakukan advokasi untuk mendapatkan kartu asuransi bagi puluhan perempuan nelayan di Dukuh Tambakpolo.

Mereka harus melewati proses panjang mulai dari perubahan identitas profesi dalam kartu tanda penduduk (KTP) yang dulunya ditulis sebagai Ibu rumah tangga menjadi nelayan memakan waktu selama sembilan bulan.

Untuk perubahan identitas profesi, mereka harus melewati berbagai perlawanan dari para pemangku kebijakan tingkat lokal hingga provinsi.

"Sebanyak 31 perempuan nelayan yang diperjuangkan PPNI pernah ditertawakan oleh wakil rakyat di DPRD Jawa Tengah. Bahkan salah satu wakil rakyat di DPRD Jawa Tengah itu menyebutkan jika profesi perempuan nelayan itu nista karena sejatinya perempuan harus di rumah dan dimuliakan. Itu adalah pemikiran yang salah," tutur Masnuah dalam rilis yang diterima redaksi.

Selain itu PPNI juga berhasil mengakses bantuan bagi tiga kelompok perempuan pengolah terasi, fasilitas dua kelompok olahan laut mendapat cool box  serta fasilitas pelatihan dan peralatan sarana produksi dari CSR BUMN.

Capaian yang diperoleh PPNI adalah potret pentingnya perempuan berorganisasi atau berkelompok.

"Dengan cara itu kelompok perempuan bisa punya daya tawar dalam keputusan-keputusan publik," ujar Masnuah.

Sekjen KIARA Susan Herawati menuturkan, sebanyak 31 perempuan nelayan itu bukan sekedar istri nelayan, tapi mereka adalah nelayan sejati. Mereka melaut dan memiliki peran penting baik di dalam ruang domestik maupun ruang publik.

"Sayangnya, UU 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam hanya mengakui kontribusi perempuan dalam rumah tangga nelayan. Negara keliru melihat bagaimana perempuan nelayan selama ini berjuang sejajar dengan nelayan laki-laki dalam memastikan kebutuhan protein bangsa,” ujar Susan.

Ke-31 perempuan nelayan dari Dukuh Tambakpolo itu sudah melaut dari 30 tahun lalu. Hasil tangkapan mereka dijual hingga Semarang, Jawa Tengah, Namun tidak pernah sekali pun perempuan nelayan mendapatkan fasilitas negara.

"Asuransi untuk nelayan perempuan itu mustahil kalau mereka tidak lebih dulu berorganisasi dan belajar bersama mengenali hak-hak ekonomi  maupun sosial budaya," ujar Susan lagi.

Susan juga mengatakan, jangankan mendapat asuransi dan akses pada bantuan yang umumnya masih berorientasi gender-lelaki. Selama ini, bahkan di masyarakat dan di pemerintah pun paradigma nelayan itu selalu laki-laki. Seolah perempuan nelayan itu tidak dianggap.

"Padahal perempuan juga banyak yang melaut. Tidak hanya menunggu hasil tangkapan para nelayan laki-laki," imbuhnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA