Dimensy.id
Apollo Solar Panel

BPJS Watch: Jokowi Sudah Dipermainkan Pembantunya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 13 Februari 2019, 10:57 WIB
BPJS Watch: Jokowi Sudah Dipermainkan Pembantunya
Foto: Net
rmol news logo Jaminan Sosial untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), terutama Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JJm) seharusnya dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan), bukan malah diserahkan ke PT Taspen.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan, masih banyak ASN yang tidak mengetahui bahwa JKK dan JKm itu menjadi tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan.

Hal ini ini diketahuinya sendiri saat menyampaikan materi tentang Jaminan Sosial di Kabupaten Siak, Riau.  Di situ, ternyata masih banyak peserta seminar dari unsur PNS belum tahu sudah mendapatkan program JKK dan JKm dari PT Taspen. Termasuk para mediatornya.

"Ketidaktahuan mereka karena mereka belum mendapatkan kartu JKK dan JKm dari PT Taspen. Untunglah ada seorang PNS yang sudah dapat kartu tersebut, sehingga saya dapat menunjukkan contoh kartu JKK JKm bagi PNS dari PT Taspen," jelas Timboel.

Ketika ditanya selama ini siapa yang mengobati jika ada PNS yang mengalami kecelakaan kerja?

"Dijawab PNS itu ya BPJS Kesehatan Pak. Kejadian ini bukan baru kali ini saja saya temui. Dari pengalaman saya mengunjungi beberapa kabupaten kota, ketika menghadiri acara tentang jaminan sosial dan bertemu PNS, kerapkali saya bertanya tentang program JKK JKm bagi PNS yang diselenggarakan PT Taspen. Hasilnya tidak berbeda dengan kejadian di Siak itu," tuturnya.

Dia melanjutkan, sejak hadirnya Peraturan Pemerintah 70/2015 yang menunjuk PT Taspen untuk mengelola JKK JKm bagi PNS, hingga saat ini sudah hampir empat tahun. Tetapi sepertinya PT Taspen belum serius mengelolanya.

Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya PNS yang belum memiliki kartu JKK dan JKm dari Taspen.

Ketidakseriusan PT Taspen ini juga berkontribusi pada defisit pembiayaan program JKN yang semakin besar.

"PT Taspen yang menerima iuran JKK, tapi BPJS Kesehatan yang membiayai ketika PNS mengalami kecelakaan kerja. Ini ketidakadilan bagi BPJS Kesehatan oleh PT Taspen," tegasnya.

Kehadiran PP No 49 yang menyerahkan pengelolaan JKK dan JKm bagi PPPK ke PT Taspen justru dinilainya tidak tepat.

“Kenapa tidak tepat? Karena UU ASN menyatakan, pengelolaan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm) dan Jaminan Hari Tua (JHT) bagi PPPK berdasarkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Demikian juga Pasal 50 PP No 49 ini pun menyatakan pengelolaan JKK, JKm dan JHT bagi PPPK berdasarkan SJSN," terangnya.

Kalau dinyatakan penyelenggaraan JKK, JKm dan JHT berdasarkan SJSN maka seharusnya mengacu UU 40/2004 yang memiliki sembilan prinsip jaminan sosial. Salah satunya, menyatakan pengelolanya adalah lembaga nirlaba, seperti BPJS Ketenagakerjaan.

"Faktanya, PT Taspen adalah perseroan terbatas yang mencari keuntungan. Ini sudah tidak sesuai prinsip SJSN," ujarnya.

Kemudian salah satu prinsip lainnnya dinyatakan bahwa hasil investasi dikembalikan bagi kesejahteraan peserta. Sedangkan hasil investasi di PT Taspen digunakan untuk deviden dan tantiem direksi.

"Ini juga sudah tidak sesuai prinsip SJSN," tekannya.

Jika ditelisik dari sisi biaya, berdasarkan PP 66/2017 junto PP 70/2015, iuran JKm yang dikelola PT Taspen sebesar 0,72 persen. Jumlah ini dua kali lipat lebih besar dari biaya iuran JKm yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan yaitu sebesar 0,3 persen.

Menurut Timboel, sudah terjadi kelebihan bayar dari APBN selama ini untuk iuran JKm bagi PNS, yang nilainya mencapai Rp 1,2 triliun per tahun. Dengan hitungan sebanyak 6 juta PNS x 12 bulan x 0.42 persen x rata-rata upah Rp 4 juta.

"Di tengah defisit APBN yang terjadi tiap tahun, pemerintah malah mengeluarkan biaya lebih dari APBN sebesar Rp 1,2 triliun tiap tahun untuk membayar program JKm bagi PNS,” ujarnya.

Angka ini akan lebih besar lagi bila program JKm bagi PPPK dan non ASN lainnya tetap dikelola PT Taspen.

Sebab jika telisik lebih lanjut BPJS ketenagakerjaanlah yang selama ini membantu defisit APBN dengan mengalokasikan sekitar 58 persen dana kelolaannya atau sekitar Rp 214,59 triliun untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN).

Sementara PT Taspen hanya mengalokasikan 30 persen dana kelolalaannya untuk membeli SBN.

"Maka sudah saatnya Pemerintah meninjau ulang seluruh PP yang mengatur pengelolaan JKK dan JKm bagi PNS dan PPPK serta Non ASN lainnya kepada PT Taspen," ujarnya.

Menurut Timboel, Presiden Jokowi sudah dipermainkan oleh pembantunya di Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi, dan Kementerian Negara BUMN yang memang selama ini terus menginginkan JKK dan JKm bagi ASN dikelola PT Taspen.

Di sini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hendaknya turun tangan menelusuri adanya dugaan penyelewengan anggaran.

“Sebab, jaminan sosial bagi ASN tidak berjalan dengan baik dan terjadi inefisiensi pembiayaan dari APBN. KPK harus turun tangan terkait masalah inefisiensi APBN ini," desaknya.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA