"Untuk ekspor akan masih mengalami tekanan. Karena, harga komoditas cenderung mengalami penurunan. Tetapi untuk impor, pertumbuhannya kemungkinan melambat karena tekanan harga minyak berkurang di tahun depan. Selain itu juga ada pengaruh dari kebijakan pemerintah menahan impor," ungkap Faisal kepada
Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.
Dengan kondisi itu, menurut Faisal, proyeksi pertumbuhan 2019 harusnya dilihat lebih optiÂmistis. Lebih baik dari tahun ini. Karena, pada waktu bersamaan, Amerika Serikat (AS) dan China melakukan gencatan senjata perang dagang.
"Gencatan senjata bisa memÂbuat perekonomian global bisa lebih baik. Hal ini tentu dampaknya bisa berimbas positif terhadap kinerja ekspor," ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, ekspor Indonesia masih mengalami tekanan, tidak hanya disebabkan penurunan harga komoditas, tetapi sistem perdaÂgangan dunia belum normal.
"Perang dagang AS-China membuat banyak negara-negara mengambil langkah sendiri-sendiri, melanggar kesepakatan dagang internasional. Kondisi ini tentu mempengaruhi ekspor kita juga lho," ungkap Sri Mulyani usai membuka 8th
Annual InÂternational Forum on Economic Development (AIFED) di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/12).
Pada acara ini, Ani-sapaan akrab Sri Mulyani didampingi Sekretaris Jenderal Hadiyanto, Direktur Jenderal Badan KebiÂjakan Fiskal Kemenkeu SuaÂhasil Nazara, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto, serta, Direktur JenÂderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman.
Ani menuturkan, untuk mengatasi minus ekspor terhadap impor, pemerintah akan melakukan berbagai upaya. Antara lain, memberikan pemÂbebasan pungutan ekspor
crude palm oil (CPO).
Dalam skema baru, lanjut Ani, pungutan akan disesuaikan dengan pergerakan harga CPO di dunia. Sehingga diharapkan, ekspor minyak sawit pada tahun depan bisa tetap terjaga. KemuÂdian, pemerintah berupaya meÂnekan impor dengan menaikan pajak penghasilan (PPh) impor bagi 1.147 komoditas untuk mengurangi permintaan barang dari luar negeri. Selain itu, menggenjot program B20 (bahan bakar dengan campuran minyak nabati sebesar 20 persen) untuk mengurangi impor BBM.
Ani menambahkan, tidak hanya kebijakan internal, peÂmerintah mendorong perbaikan perdagangan dunia. Indonesia bersama-sama dengan negara G20 juga sudah mengajukan reÂformasi mekanisme di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menghindari pelanggaran oleh negara-negara yang kerap melanggar kesepakatan dagang internasional. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: