Menteri Koordinator (MenÂko) Perekonomian Darmin Nasution optimistis, kondisi perekonomian tahun depan jauh lebih baik dari tahun ini. Menurutnya, target pertumbuhan ekonomi di dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 5,3 persen, berpeluang besar tercapai.
"Untuk pertumbuhan tahun ini kita optimistis 5,2 persen, walau sepertinya akan sedikit di bawah itu. Tapi untuk tahun depan, target di APBN bukan suatu yang berat juga untuk dicapai," ungkap Darmin pada Seminar membahas Indonesia Economic Outlook 2019 di JaÂkarta, kemarin.
Darmin melihat, kondisi perÂekonomian global mulai memÂbaik. Saat ini tidak terlihat tahun depan bakal ada kejadian ekstrim yang membuat perekoÂnomian dunia bergejolak.
Berbeda dengan tahun ini, terjadi ketidakpastian global akibat perang dagang antara AS dengan China. Dia yakin, AS dan China akan mencari jalan keluar terbaik bagi keduanya. Sebab, akibat perang dagang, warga negara kedua negara itu menanggung kerugian.
"Saya lihat tidak akan ada yang menang dari perang daÂgang. Keduanya menyadari itu. Tetapi apakah perang dagang bakal mereda atau tetap berlanÂjut, segala kemungkinan tetap bisa terjadi," imbuhnya.
Selain pertumbuhan, Darmin juga optimistis, rupiah akan kembali menguat terhadap dolar AS pada tahun depan. Bahkan, dia memprediksi rupiah bisa menguat ke level Rp 13.700-Rp 13.800 per dolar AS. Untuk diketahui, saat ini rupiah diperÂdagangkan di level 14.400-an.
Menurut Darmin, rupiah akan cenderung menguat pada level seperti pada awal sebelum meÂlemah. "Awal tahun 2018 kurs itu Rp 13.360, kemudian melemah ke Rp 14.000. Fundamentalnya di sekitar Rp 13.000. Kalau bisa didorong dengan baik, walaupun tidak bisa Rp 13.500, harusnya sudah di sekitar Rp 13.700-Rp 17.800," ujarnya.
Selain itu, Darmin optimistis rupiah menguat karena didasari masuknya kembali aliran modal asing ke dalam negeri (
capital inflow) belakangan ini.
Dia menjelaskan, rupiah meÂlemah pada tahun ini tidak lepas dari pengaruh banyaknya modal asing ke luar pasar Indonesia. Nah, untuk kembali menarik dana itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus berupaya untuk mengembalikan modal asing ke dalam negeri dengan membangun kepercayaan invesÂtor terhadap kondisi fundamental perekonomian dalam negeri yang masih bagus.
"Kami sampaikan ke pasar, ekonomi kita oke, pertumbuhan ekonomi oke, dan laju inflasi kita juga oke. Itu sudah basis untuk kita bisa percaya diri," imbuhnya.
Soal masalah defisit tranÂsaksi berjalan (
Currenct Account Deficit/CAD), Darmin memastiÂkan, pemerintah terus memperbaikinya. Salah satunya adalah perluasan implementasi B20 (bahan bakar dengan camÂpuran minyak nabati sebesar 20 persen).
Selain itu, pemerintah meÂnaikkan pajak pada 1.147 jenis barang impor dan mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI. Kendati demikian, Darmin menekankan, mengurangi defisit transaksi berjalan memerlukan proses yang tidak singkat.
Kendala Jepang Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani tidak seoptimistis pemerintah. Dia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 sebesar 5,2 persen.
"Itu lebih konservatif dari pemerintah. Sebab, pertumÂbuhan ekonomi tahun depan masih akan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global," kata Hariyadi.
Dia mengatakan, belum ada kepastian perang dagang AS denÂgan China akan mereda walauÂpun sudah gencatan senjata. Selain dengan China, ada potensi AS mempersoalkan defisit yang dialaminya dengan Jepang.
"Kita melihat AS mulai perhiÂtungkan dengan Jepang karena defisitnya dilihat besar juga. Bagaimanapun tekanan internaÂsional ini jadi salah satu faktor yang cukup berpengaruh besar terhadap pertumbuhan," pungÂkas Hariyadi. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: