Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nggak Ada Yang Ekstrim, Target Berat Bisa Dicapai

Darmin Optimis Pertumbuhan Ekonomi 2019 Lebih Baik

Kamis, 06 Desember 2018, 10:39 WIB
Nggak Ada Yang Ekstrim, Target Berat Bisa Dicapai
Darmin Nasution/Net
rmol news logo Pemerintah lebih percaya diri menatap perekonomian tahun depan pasca-Amerika Serikat (AS) dan China melakukan "gencatan senjata" perang dagang. Target pertumbuhan yang dipatok 5,3 persen dalam APBN 2019 dianggap bukanlah sesuatu yang berat untuk dicapai.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Menteri Koordinator (Men­ko) Perekonomian Darmin Nasution optimistis, kondisi perekonomian tahun depan jauh lebih baik dari tahun ini. Menurutnya, target pertumbuhan ekonomi di dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 5,3 persen, berpeluang besar tercapai.

"Untuk pertumbuhan tahun ini kita optimistis 5,2 persen, walau sepertinya akan sedikit di bawah itu. Tapi untuk tahun depan, target di APBN bukan suatu yang berat juga untuk dicapai," ungkap Darmin pada Seminar membahas Indonesia Economic Outlook 2019 di Ja­karta, kemarin.

Darmin melihat, kondisi per­ekonomian global mulai mem­baik. Saat ini tidak terlihat tahun depan bakal ada kejadian ekstrim yang membuat pereko­nomian dunia bergejolak.

Berbeda dengan tahun ini, terjadi ketidakpastian global akibat perang dagang antara AS dengan China. Dia yakin, AS dan China akan mencari jalan keluar terbaik bagi keduanya. Sebab, akibat perang dagang, warga negara kedua negara itu menanggung kerugian.

"Saya lihat tidak akan ada yang menang dari perang da­gang. Keduanya menyadari itu. Tetapi apakah perang dagang bakal mereda atau tetap berlan­jut, segala kemungkinan tetap bisa terjadi," imbuhnya.

Selain pertumbuhan, Darmin juga optimistis, rupiah akan kembali menguat terhadap dolar AS pada tahun depan. Bahkan, dia memprediksi rupiah bisa menguat ke level Rp 13.700-Rp 13.800 per dolar AS. Untuk diketahui, saat ini rupiah diper­dagangkan di level 14.400-an.

Menurut Darmin, rupiah akan cenderung menguat pada level seperti pada awal sebelum me­lemah. "Awal tahun 2018 kurs itu Rp 13.360, kemudian melemah ke Rp 14.000. Fundamentalnya di sekitar Rp 13.000. Kalau bisa didorong dengan baik, walaupun tidak bisa Rp 13.500, harusnya sudah di sekitar Rp 13.700-Rp 17.800," ujarnya.

Selain itu, Darmin optimistis rupiah menguat karena didasari masuknya kembali aliran modal asing ke dalam negeri (capital inflow) belakangan ini.

Dia menjelaskan, rupiah me­lemah pada tahun ini tidak lepas dari pengaruh banyaknya modal asing ke luar pasar Indonesia. Nah, untuk kembali menarik dana itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus berupaya untuk mengembalikan modal asing ke dalam negeri dengan membangun kepercayaan inves­tor terhadap kondisi fundamental perekonomian dalam negeri yang masih bagus.

"Kami sampaikan ke pasar, ekonomi kita oke, pertumbuhan ekonomi oke, dan laju inflasi kita juga oke. Itu sudah basis untuk kita bisa percaya diri," imbuhnya.

Soal masalah defisit tran­saksi berjalan (Currenct Account Deficit/CAD), Darmin memasti­kan, pemerintah terus memperbaikinya. Salah satunya adalah perluasan implementasi B20 (bahan bakar dengan cam­puran minyak nabati sebesar 20 persen).

Selain itu, pemerintah me­naikkan pajak pada 1.147 jenis barang impor dan mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI. Kendati demikian, Darmin menekankan, mengurangi defisit transaksi berjalan memerlukan proses yang tidak singkat.

Kendala Jepang

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani tidak seoptimistis pemerintah. Dia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 sebesar 5,2 persen.

"Itu lebih konservatif dari pemerintah. Sebab, pertum­buhan ekonomi tahun depan masih akan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global," kata Hariyadi.

Dia mengatakan, belum ada kepastian perang dagang AS den­gan China akan mereda walau­pun sudah gencatan senjata. Selain dengan China, ada potensi AS mempersoalkan defisit yang dialaminya dengan Jepang.

"Kita melihat AS mulai perhi­tungkan dengan Jepang karena defisitnya dilihat besar juga. Bagaimanapun tekanan interna­sional ini jadi salah satu faktor yang cukup berpengaruh besar terhadap pertumbuhan," pung­kas Hariyadi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA