Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Waspada Perusahaan Daftar Sebagian, Pekerja Harus Tahu!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 06 November 2018, 09:15 WIB
Waspada Perusahaan Daftar Sebagian, Pekerja Harus Tahu<i>!</i>
E. Ilyas Lubis/Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Tk
rmol news logo Mendapatkan pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang baik merupakan dambaan setiap orang. Apalagi jika pekerjaan yang diraih sesuai dengan keterampilan atau passion seseorang.

Namun di balik pekerjaan dan penghasilan yang baik itu, ada hal penting lainnya yang harus disadari dan dipahami oleh pekerja. Ada hak mendasar yang harus diberikan perusahaan kepada seluruh pekerjanya. Yaitu, hak pekerja untuk mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Perusahaan atau pemberi kerja memiliki tanggung jawab untuk memastikan seluruh pekerjanya mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan bertindak sebagai pengelolanya. Karyawan harus menyadari bahwa sudah menjadi hak mereka untuk mendapatkan hal tersebut.

Ada satu hal yang perlu diperhatikan oleh pekerja, yaitu adanya kemungkinan perusahaan berstatus daftar sebagian. Artinya hak pekerja tidak diberikan sepenuhnya oleh perusahaan atau pemberi kerja.

Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, E. Ilyas Lubis menegaskan bahwa pihaknya selalu berupaya memberikan edukasi dan informasi kepada pengusaha dan pekerja terkait kondisi Perusahaan Daftar Sebagian (PDS).

"Ada tiga jenis status PDS yang kerap terjadi, yaitu PDS Tenaga kerja, PDS Upah, dan PDS Program," jelas Ilyas.

PDS Tenaga kerja adalah kategori perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian karyawan yang bekerja di bidang usahanya. Ada pula kategori PDS Upah, di mana perusahaan telah mendaftarkan seluruh pekerjanya dalam program perlindungan oleh BPJS Ketenagakerjaan, namun data upah yang dilaporkan lebih rendah daripada yang seharusnya.
Kategori terakhir adalah PDS Program, di mana meski perusahaan telah mendaftarkan seluruh pekerja dan telah sesuai memberikan data upah karyawannya. Kategori ini perusahaan hanya ikut dua program perlindungan dari empat program wajib yang ada.

PDS program dan PDS Upah menjadi pelanggaran yang paling lazim dilakukan perusahaan atau pemberi kerja, bahkan untuk perusahaan kategori menengah besar. Kondisi ini sering terjadi lantaran pihak BPJS Ketenagakerjaan tidak mengetahui secara pasti jumlah upah yang diterima pekerja, khususnya yang menerima upah di bawah UMP/ UMK dan kebijakan dari perusahaan terkait dengan pemberian upah kepada karyawannya.

"Pelaporan dari pekerjalah yang dapat membantu BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapatkan informasi data upah yang akurat. Melalui aplikasi BPJSTKU, pekerja dapat melaporkan kepada kami jika ada ketidaksesuaian data upah, ataupun jumlah tenaga kerja," terang Ilyas.

"Peserta tidak perlu khawatir, kerahasiaan data Anda kami jamin," tambahnya.

Konsekuensi dari pelaporan data upah yang salah berakibat pada berkurangnya manfaat yang akan diterima oleh peserta, antara lain manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan manfaat Jaminan Pensiun (JP). Dampak yang signifikan terlihat pada profesi yang memiliki risiko tinggi, seperti pekerja tambang hingga profesi penerbang.

Ketidaksesuaian data upah maupun tenaga kerja berdampak pada besaran manfaat yang akan diterima jika yang bersangkutan mengalami risiko pekerjaan.

Misalnya upah (gaji pokok + tunjangan tetap) karyawan PT A sebesar Rp 100 juta, sedangkan yang dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 3,7 juta.

Sehingga saat pekerja mengalami resiko kerja yang mengakibatkan meninggal dunia berdampak kekurangan manfaat yang diterima oleh ahli waris dengan perhitungan gaji Rp 3,7 juta maka santunan meninggal dunia JK sebesar Rp 3.700.000 x 48 bulan upah = Rp 177.600.000

Bandingkan dasar perhitungan dengan gaji Rp 100 juta, santunan meninggal dunia JKK sebesar Rp 100.000.000 x 48 bulan upah  = Rp 4.800.000.000.

Selisih manfaat yang diterima yakni, Rp 4,8 miliar - Rp 177,6 juta = Rp 4,622 miliar.

Sedangkan perhitungan untuk manfaat JHT yang iurannya dibayarkan oleh perusahaan setiap bulan sebagai berikut:

Gaji Rp 3,7 juta, maka iuran JHT sebesar Rp 3,7 juta x 3,7 persen = Rp 136.900.

Dasar perhitungan gaji Rp 100 juta, maka iuran JHT sebesar Rp 100.000.000 x 3,7 persen  = Rp 3.700.000.

Selisih manfaat JHT yang seharusnya dibayarkan oleh perusahaan setiap bulannya sebesar Rp 3,7Juta - Rp 136.900 = Rp 3,56 juta.

Dengan asumsi iuran di atas, untuk upah yang dilaporkan sebesar Rp 3,7 juta, manfaat JHT yang akan diterima setahun kepesertaan sebesar Rp 2,6 juta. Sedangkan untuk upah yang dilaporkan sebesar Rp 100 juta, manfaat JHT yang akan diterima mencapai Rp 71 juta dengan asumsi hasil pengembangan yang diberikan sebesar 7 persen per tahun.  

"Nilai pengembangan yang kami berikan selalu di atas rata-rata bunga deposito perbankan," beber Ilyas.

Dengan mendaftarkan perusahaan dan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan, itu artinya perusahaan sudah mengalihkan tanggung jawabnya kepada BPJS Ketenagakerjaan jika terjadi risiko pekerjaan.

"Jadi sudah menjadi tanggung jawab perusahaan juga jika data yang dilaporkan tidak sesuai, peserta bisa menuntut perusahaan atau pemberi kerja. Hal ini sesuai dengan regulasi yang ada," pungkas Ilyas.[dob]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA