Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Memahami Lika Liku Divestasi 51 Persen Saham Freeport

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 30 Oktober 2018, 14:42 WIB
Memahami Lika Liku Divestasi 51 Persen Saham Freeport
Foto: Net
rmol news logo Divestasi PT Freeport Indonesia (PTFI), penambang dengan cadangan emas dan tembaga terbesar di dunia yang berlokasi di Mimika, Papua, bermula dari awal tahun 2017 silam.

Presiden Jokowi memberikan arahan untuk meningkatkan kepemilikan saham negara atas PTFI dari 9,36 persen menjadi 51 persen, dengan tujuan agar Indonesia menjadi pemilik mayoritas saham produsen tambang emas terbesar di dunia tersebut.

Arahan tersebut kemudian dituangkan melalui PP 1/2017, perubahan keempat PP 23/2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, yang di antaranya memuat perubahan ketentuan tentang divestasi saham sampai dengan 51 persen secara bertahap, serta kewajiban pemegang Kontrak Karya (KK) untuk merubah izinnya menjadi rezim Izin Usaha Pertambangan (IUPK).

Dari Januari hingga Agustus 2017, berlangsung renegosiasi antara pemerintah dengan Freeport McMoran (FCX), perusahaan asal Amerika Serikat yang memiliki 90,64 persen saham PTFI, untuk memastikan operasional PTFI.

Renegosiasi panjang ini berjalan hingga pada 27 Agustus, pemerintah dan FCX mencapai kesepahaman yang memuat empat butir. Pertama, PTFI mengubah KK ke IUPK dan mendapatkan jaminan operasi. Kedua, pemerintah memberikan jaminan fiskal dan regulasi untuk operasional PTFI. Ketiga, PTFI akan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun, dan keempat FCX bersedia mengurangi kepemilikan saham di PTFI sehingga entitas Indonesia bisa memiliki 51 persen sahamnya.

Setelah empat butir tersebut disepakati, maka PTFI akan mendapatkan perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041.

Negosiasi antara pemerintah dengan FCX terkait struktur divestasi berlanjut dari September hingga November 2017. Kali ini melibatkan PT Inalum (Persero) dan Rio Tinto. Pada 27 November, Inalum ditunjuk menjadi Holding Industri Pertambangan (HIP). Namun tidak sampai satu bulan kemudian, pada 18 Desember, Kementerian BUMN secara resmi menugaskan Inalum untuk meningkatkan kepemilikan saham Indonesia dengan membeli saham divestasi PTFI.

Proses divestasi dilaksanakan secara transparan. Pada 12 Januari 2018, pemerintah pusat mengalokasikan 10 persen dari saham PTFI untuk Pemda Papua dan Mimika, dan sejauh ini Inalum juga sudah melakukan penandatanganan dua kali dengan PTFI. Yang pertama, penandatanganan nota kesepahaman atau Head of Agreement (HoA) pada 12 Juli lalu. Kedua, penandatanganan SPA pada 27 September lalu yang menandakan mengikatnya transaksi divestasi Freeport.

Upaya pemerintah dan Inalum untuk melanjutkan proses divestasi saham Freeport sebesar 51 persen ini mendapat dukungan penuh Komisi VII DPR yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada 23 Juli lalu.

"Sebagai bangsa saya tetap mendukung upaya pemerintah, dan PT. Freeport ini harus kita yang menguasai. Kita berharap upayanya elegan agar apa yang di khawatirkan selama ini tidak terjadi," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR, Tamsil Linrung.

Tak jauh berbeda, Syaikhul Islam Ali selaku wakil ketua Komisi VII DPR pun menyatakan proses negosiasi divestasi 51 persen saham Freeport harus dilanjutkan.

"Saya pikir saatnya Freeport dikembalikan dan kita harus mendukung pemerintah untuk tetap berpijak pada ketentuan yang sudah diputuskan sesuai undang undang," kata Syaikhul Islam Ali dalam keterangan tertulisnya pada 27 Juli lalu.[wid]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA