Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat Sebut PLTN Berisiko dan Butuh Biaya Tinggi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 18 Oktober 2018, 14:40 WIB
Pengamat Sebut PLTN Berisiko dan Butuh Biaya Tinggi
rmol news logo Penggunaan nuklir sebagai energi primer Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dinilai belum menjadi prioritas di Indonesia.

Febby Tumiwa, pakar energi terbarukan dan Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) yang juga anggota dewan pengarah PWYP Indonesia menambahkan, Indonesia berada di daerah pusat gempa atau Ring of Fire. Pada era 80-an ada wacana pembangunan PLTN di Muria, tetapi setelah tsunami dan gempa di Yogya pada 2006 dan di lakukan studi ulang, ternyata ditemukan sesar atau patahan di Muria.

Artinya, bila pembangunan tetap dilakukan maka akan merugikan dan memberikan dampak buruk pada lingkungan. "Selain itu, biaya pembangunan dan harga jual yang mahal juga menjadi pertimbangan untuk menolak pembangunan PLTN," kata Fabby dalam diskusi bertema "Pro Kontra Penggunaan Energi Nuklir di Indonesia," di Jakarta, Kamis (18/10).

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono menambahkan, pembangunan PLTN di kawasan Gunung Muria cukup berisiko. Ia memaparkan data, kemungkinan terjadinya letusan di Gunung Muria cukup besar.

"Berdasarkan data kita tahun 2006, dalam 200 tahun, Gunung Muria berpotensi meletus, kemungkinannya sebesar 0,4 persen," ujar Surono.

Tidak hanya gunung api, pembangunan PLTN di Indonesia, lanjut dia juga masih harus memikirkan kendala bencana alam lainnya seperti gempa, tsunami, banjir dan longsor. Apalagi, kata Surono, jumlah lempeng tektonik aktif di Indonesia cukup banyak yang menyebabkan wilayah di sekitar Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara hingga Sulawesi besar potensinya terjadi gempa.

"Kalau paksakan ingin bangun PLTN, yang paling aman dari bencana geologi mungkin di Kalimantan. Disana hanya ada banjir, tapi tetap ada potensi gempa dari daerah sekitarnya," tegas Surono.

Pengamat dan praktisi energi Herman Darnell menambahkan, dari hasil studi dan analisa yang sudah ia lakukan, Indonesia dinilai belum perlu membangun PLTN hingga tahun 2050 untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

Menurutnya, ada beberapa alasan PLNT belum perlu dibangun. Pertama, biaya investasi yang sangat mahal, sementara saat ini Indonesia masih bergantung pada utang untuk memenuhi pembangunan infrastruktur, alasan yang kedua Indonesia memiliki cukup sumber energi non nuklir batubara dan gas alam yang lebih murah. Alasan yang ketiga, Indonesia terletak di Ring of Fire yang rawan bencana alam sehingga penggunaan PLTN berisiko tinggi.

Alasan keempat, kecelakaan PLTN fatal yang kalau terjadi dapat menyebabkan kelumpuhan ekonomi (kebangkrutan negara).

"Selain itu biaya listrik yang dihasilkan PLTN lebih mahal listrik produksi PLTU atau PLTGU (gas)," ujarnya. [rry]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA