Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Usai Freeport, DPR Minta Pemerintah Rebut PT Vale Indonesia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 19 Agustus 2018, 20:08 WIB
Usai Freeport, DPR Minta Pemerintah Rebut PT Vale Indonesia
Pabik pengolahan biji nikel PT Vale Indonesia/Net
rmol news logo Anggota Komisi VII DPR Ahmad HM Ali meminta pemerintah merebut saham PT Vale Indonesia seperti yang sudah dilakukan terhadap PT Freeport Indonesia.

Menurut Ahmad, perusahaan tambang berkantor pusat di Brazil itu tidak mengindahkan sejumlah aturan di antaranya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang secara eksplisit mewajibkan divestasi kepada peserta Indonesia sebesar 51 persen pada tahun kesepuluh sejak produksi.

"Mengacu pada uraian diatas, ada tiga langkah yang saling bertaut dan urgen untuk segera ditempuh. Pertama, mempercepat perubahan status Kontrak Karya PT Vale menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)," kata Ahmad dalam keterangan yang diterima, Minggu (19/8)

Sejumlah fasilitas dan kelonggaran demi kelonggaran sudah terlalu banyak diberikan kepada pihak PT Vale. Dengan berlindung dibalik kesepakatan amandemen Kontrak Karya, PT Vale jadi punya dalih untuk tidak mengubah Kontrak Karya menjadi izin IUPK.

"Setidaknya ada dua kepentingan strategis di balik pengubahan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan. Pertama, penguasaan kembali sektor minerba oleh pelaku nasional, dalam bentuk divestasi. Kedua, meningkatkan daya saing dan nilai tambah sektor minerba nasional, dalam bentuk hilirisasi," kata anggota Fraksi Nasdem ini.

Ahmad melanjutkan, lewat pengubahan tersebut, pemerintah bisa mempercepat langkah divestasi saham dengan target pemilikan mayoritas oleh peserta nasional. Ketiga, melalui pemilikan saham mayoritas sebagai pintu masuk, penyelenggaraan tata kelola korporasi dan pertambangan menjadi lebih baik.

Dia melanjutkan, amandemen Kontrak Karya PT Vale yang mewajibkan divestasikan saham PT Vale sebesar 20 persen kepada peserta Indonesia, sebagai tindak lanjut dari divestasi saham sebesar 40 persen kepada pihak Indonesia, tetapi fakta divestasi dimaksud sumir. Alih-alih dikuasai oleh pihak Indonesia, dari 20,49 persen saham publik, sebagian besarnya dimiliki oleh pihak swasta asing yang berkedudukan di luar negeri, di antaranya Citybank New York, JP Morgan Chase Bank, BP2S Luxembourg, BBH Boston, Platinum International Fund dan BPN Paribas.

Fitur kekalahan lain, kata Ahmad, Vale diduga memanipulasi laporan sehingga royalti dan pajak. Dalam kesepakatan amandemen Kontrak Karya, disepakati kenaikan royalti dari 0,9 persen menjadi dua persen sampai tiga persen ketika harga nikel naik.

Jika mengacu pada laporan resmi korporasi, sinyalemen pelaksanaan yang tidak konsekuen dan tak jujur cukup mengemuka. Hal tersebut merujuk pada perbedaan laporan Vale Indonesia dan Vale SA sebagai entitas pengendali utama. Dalam laporan PT Vale Indonesia tahun 2013, biaya royalti dan lisensi hanya 0,8 persen dari total biaya penjualan.

"Sementara Vale SA menyebutkan pembayaran royalti berbasis volume penjualan pada tahun yang sama sebesar 0,68 persen dari hasil penjualan nikel matte. Bahkan dari tahun 2010-2013, rata-rata pembayaran royalti sebesar 0,63 persen," ujar Ahmad. [nes]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA