Dimensy.id
Apollo Solar Panel

BI Lamban, OJK Dinilai Sukses Jaga Stabilitas Keuangan Nasional

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 25 Juni 2018, 13:53 WIB
BI Lamban, OJK Dinilai Sukses Jaga Stabilitas Keuangan Nasional
Achmad Deni Daruri/Net
rmol news logo Nilai tukar rupiah yang kian melemah, dianggap tidak terlalu mempengaruhi kokohnya sektor keuangan Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.

President Director Center for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri menilai, kondisi ini lebih karena kebijakan fiskal pemerintah yang akomodatif dan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang sudah menjalankan pengawasan secara kredibel.

"Karena Bank Indonesia (BI), sejauh ini relatif sangat lamban dalam mengantisipasi pelemahan rupiah, lewat kebijakan suku bunga acuannya," jelasnya kepada wartawan, Senin (25/6).

Pengawasan OJK yang kredibel ini menurut Deni, selaras dengan kebijakan menekan pengeluaran (expenditure switching) yang tengah dijalan oleh Pemerintah Indonesia, untuk menghidupkan sektor riil yang relatif mandeg beberapa waktu lalu, karena pengaruh kebijakan ekonomi SBY-Boediono yang telat dalam menerapkan kebijakan expenditure switching.

"Dalam pemerintahan Jokowi dengan dukungan jangkar sektor keuangan yang dilakukan OJK, maka pelemahan rupiah bukan saja terukur tetapi juga berdampak positif bagi sektor keuangan nasional,” tegasnya.

Padahal menurutnya, defisit necara berjalan terhadap produk domestik bruto (PDB), Indonesia sama dengan India. Buktinya, rupiah melemah terhadap dolar AS sebesar 4,8 persen per 20 Juni dibandingkan keadaan 12 bulan lalu.

Sementara, lira melemah 33,5 persen pada periode yang sama. Begitu pula peso yang melemah 72,67 persen pada periode yang sama. Tak jauh beda, mata uang India, rupee juga melemah 5,58 persen pada periode yang sama.

"Artinya rupee melemah lebih cepat dari rupiah, karena stabilitas sektor keuangan di Indonesia lebih aje ketimbang stabilitas ektor keuangan di India," urainya.

Kondisi tersebut dijelaskannya, terjadi karena stabilitas sektor keuangan di India relatif lebih lemah karena pengaruh penerapan redenominasi mata uang, yang membuat sektor keuangan terkena dampak penerapan redenominasi.

Lebih lanjut Deni pun menggambarkan soal kondisi pasar modal dalam negeri saat ini. Deni menggambarkan dalam denominasi dolar AS, dibandingkan dengan harga saham gabungan akhir tahun 2017, indeks harga saham gabungan (IHSG) Indonesia, India, Argentina dan Turki masing-masing terkoreksi 9,8 persen, 3,2 persen, 34,2 persen dan 34,4 persen.

"Ini memperlihatkan bahwa kondisi pasar modal di Indonesia juga secara relatif tidak drop seperti yang terjadi di Turki dan Argentina," ujarnya.

Deni menambahkan, terkoreksinya harga saham di negara berkembang lebih disebabkan oleh lemahnya mata uang lokal dibandingkan terhadap dolar AS dan kinerja masing-masing perusahaan yang tercatat di pasar modal.

Di mana perusahaan yang tercatat bukan saja perusahaan di sektor keuangan, tetapi juga perusahaan yang bergerak pada sektor non keuangan seperti pertanian dan manufaktur.

"Dengan begitu, pelemahan IHSG denominasi dalam dolar AS tidak dapat diketakan bahwa stabilitas sektor keuangan melemah mengingat saham adalah barang normal dimana permintaannya akan bertambah ketika pendapatan masyarakat bertambah. Yang juga berarti bahwa barang tersebut memiliki elastisitas permintaan positif," bebernya.

Dengan demikian, ditegaskannya pernyataan yang mengatakan bahwa stabilitas sektor keuangan melemah karena IHSG terkoreksi bukanlah pendapat yang tepat.

"Pendapat itu sama saja dengan mengatakan bahwa saham itu merupakan barang inferior yang juga sama saja kelirunya. Kalau diperhatikan, gonjang-ganjing turun naik rupiah dan IHSG, sama sekali belum terlihat pada sektor keuangan. Hal inilah yang menjelaskan mengapa kredibilitas OJK saat ini semakin baik," papar Deni.

"hal ini dapat dilihat dari peran eksplisit OJK dalam mengawasi sektor keuangan dan peran implisit OJK yang mendukung kebijakan expenditure switching," imbuhnya.

Dengan terjaganya stabilitas keuangan di tengah depresiasi mata uang yang terkelola dengan baik, maka Deni menyimpulkan, secara langsung atau tidak langsung OJK terbukti telah melakukan peran penting dalam memperbaiki kinerja neraca berjalan di Indonesia.

Kondisi saat ini dikatakannya, jauh berbeda dengan yang terjadi pada masa lalu. Dimana pelemahan nilai tukar rupiah dan IHSG diikuti dengan pelemahan sektor keuangan. Bahkan pada gilirannya menghancurkan sendi-sendi sektor keuangan Indonesia, terutama pada krisis 1998.

"Saat ini pelemahan nilai tukar rupiah dan IHSG, belum nampak jelas dampak negatifnya terhadap sektor keuangan. Mudah-mudahan tak berdampak sama sekali," pungkasnya. [fiq]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA